Fiksi, Bumi dan Pandemi
Oleh : Asratillah
Akhir-akhir ini kita seakan-akan lelah berdebat, berdiskusi, memberi masukan atau mengikuti perkembangan tentang “apa yang mesti dilakukan” oleh negara dalam menghadapi pandemi covid-19. Mulai dari kritik beberapa pihak kepada tak terkoordinasiny pemerintah, terlambatnya penetapan status “darurat kesehatan”, hingga protes dari beberapa pegiat masyarakat sipil tentang berlebihannya opsi “darurat sipil” dari pemerintah. Menurut kacamata studi geopolitik dan geostrategi, negara adalah entitas yang memiliki sumber daya terbatas, dan tak akan mampu (bila pun mau) melakukan kebijakan secara habis-habisan (tous asimuths). Negara mesti fokus pada mobilisasi sumber daya untuk sasaran yang spesifik dan prioritas.
Mungkin yang membuat kita cemas dan lelah adalah “fiksi” kita akan negara. Negara kita tempatkan sebagai “representasi Ilahi” dalam teritori tertentu, yang kita harapkan “maha bisa” mengurus kebutuhan warga negaranya, “maha baik” dalam memenuhi kebutuhan pangan-kesehatan-pendidikan, dan “maha peng-hisab” dalam menghukum pelaku pelanggaran. Tapi dalam situasi-situasi darurat kita bisa melihat keterbatasan negara. Tidak ada satupun negara yang merasa “mampu mengatasi sendiri dengan cepat dan tuntas”. Tidak ada satupun warga negara yang tak mengeluh akan lambat dan “asal-asalannya” penanganan yang dilakukan oleh negara.
Tulisan yg sarat pengetahuan. Mantap dinda