Oleh : Rahmat Zuhair* Gelombang kebebasan dalam mengekspresikan pendapat terjadi sangat masif diseluruh pelosok desa di Indonesia. Covid-19 tidak hanya menimbulkan tatanan baru kehidupan, beruntungnya kita diingatkan kembali pada tradisi masa lalu yang pada waktu sekarang mulai tergerus yaitu Kontrol Sosial. Permasalahan sosial ekonomi hadir membersamai kurva pertambahan pasien Covid-19 yang makin menukik, merupakan sebuah multiplier effect yangmembuat kita semua harus siap dengan terjangan problematika yang tercipta. Permasalahan yang muncul diantaranya adalah kegalauan dalam memilih menyelamatkan ekonomi atau manusia terlebih dahulu adalah sebuah pilihan yang sebenarnya dapat kita kelola dengan baik agar selaras dan meminimalkan opportunity cost yang muncul nantinya. Selain fenomena kegalauan pemerintah pusat, pada tataran eksekutif daerah kabupaten sampai desa mendapatkan protes keras sebagai akibat adanya kecemburuan sosial yang timbul karena ketidakadilan pembagian Bantuan Langsung Tunai maupun Bantuan lainnya yang berkaitan dengan Insentif Covid-19. Ketidakadilan dalam pemerataan ini timbul, apakah kesalahan dari pemerintah daerah/desa yang pilih kasih atau akumulasi dari ketidakdisiplinan masyarakat dalam melakukan pelaporan administrasi kependudukan? Silahkan dijawab dengan mazhab yang anda yakini. Fenomena seperti ini adalah hal yang lazim terjadi di negara demokrasi. Proses menuju masyarakat demokrat kadang menimbulkan beberapa permasalahan ketika kebebasan yang diberikan demokrasi dilaksanakan secara berlebihan (overdosis dalam berdemokrasi). Hal hal yang timbul ketika terjadinya overdosis dalam berdemokrasi adalah lahirnya UU ITE yang bisa menjadi delik dalam proses hukum yang berkaitan dengan kritikan, apalagi diera masifnya teknologi informasi seperti ini overdosis demokrasi akan sangat mungkin terjadi dan bahkan sudah terjadi. Proses Attack & Defense terjadi antara pihak oposisi dengan pemerintah, ketika kritikan yang dilayangkan oleh pihak oposisi sudah tidak mengenakan serta mengarah ke hal hal pribadi maka pemerintah dengan kuasanya akan dengan mudah melakukan pertahanan dengan menggunakan cara cara legal seperti menerbitkan UU ITE. Proses berdemokrasi adalah proses komunikasi yang berkesinambungan, proses yang seharusnya tidak merugikan satu sama lain baik pihak pengontrol maupun pihak yang dikontrol. Ketika demokrasi dimaknai dengan baik, diucapkan dengan baik, dijalankan dengan proses yang baik maka kemaslahatan bersama akan tercipta. Akan sangat mungkin hukum ketiga newton berlaku dalam proses demokrasi kita khususnya dalam pelaksanaan kontrol terhadap kebijakan yang ada, yaitu aksi reaksi (Oposisi dan Pemerintah sama sama mencari senjata dan pertahanan masing masing) yang pada akhirnya terjadi disintegrasi dalam proses berdemokrasi. Jalani proses demokrasi ini dengan memadukan idealisme dengan realitas, jangan sampai gimmick yang pada akhirnya mengarah pada kerugian terjadi. Jadikan Demokrasi kita adalah cerminan kerendahan hati dan tetap pada satu visi yang sesuai dengan Maqashid Syari’ah. Dalam Buku “Siasat Muslim Deomokrat” Rached Ghannouchi mengatakan dalam sistem demokrasi, semua pihak menang. Dan keteladanan dalam menjalankan sistem demokrasi dapat kita ambil dari sosok Pimpinan salah satu partai di Tunisia, beliau dan partainya rela megorbankan pemerintahannya yang sudah menang untuk mencapai konsensus agar tidak terjadi perang sipil. Begitulah wujud kerendahan hati serta sadar akan peran sebagai warga negara untuk menyelamatkan negara dari perpecahan dibandingkan tetap mempertahankan kekuasaan ataupun ego kelompok semata. Melihat kondisi demokrasi di Indonesia penulis dapat mengatakan kerendahan hati dan sadar peran masih belum terimplementasi dengan baik, mungkin situasi hari ini masih terbayang bayangi oleh situasi masa lalu diera kediktatoran. Pewarisan kebiasaan dan karakter diktator masih ada dalam proses berdemokrasi kita saat ini. Tercermin dari ketidakharmonisan pemerintah dengan rakyatnya yang masih saling tuntut menuntut tanpa melihat adanya kewajiban asasi sebagai masyarakat demokrasi. Berbicara tentang kerendahan hati dan sadar peran dalam demokrasi penulis teringat tulisan Ust. Anis Matta dalam bukunya yang berjudul “Delapan Mata Air Kecemerlangan”, beliau menuliskan bahwa Apa yang harus dilakukan oleh seorang Muslim adalah mempertemukan antara kehendak Allah dengan kehendak dirinya, antara idealitas Model Manusia Muslim dengan realitas keunikan individualnya. ltulah yang kemudian kita sebut Konsep Diri. Kehendak-kehendak Allah SWT tertuang dalam sebuah desain model yang bersifat ideal, sementara realitas kepribadian kita adalah wadah untuk menyerap kehendak-kehendak Allah tersebut. Penulis disini beropini bahwa Demokrasi merupakan kehendak Allah yang lahir melalui ijtihad para tokoh masa lalu (terlepas dari perdebatan demokrasi itu sistem barat atau apapun itu, saya melepas diri dari perdebatan tersebut), kehendak Allah untuk Indonesia sudah ada yaitu demokrasi maka sebagai muslim khususnya kita harus berijtihad mengisi dan menyempurnakan demokrasi dengan realitas keunikan kita dengan penuh kerendahan hati dan sadar akan peran kita dalam pos pos demokrasi yang kita jalani saat ini, karena penulis yakin ketika demokrasi dijalankan dengan prinsip sadar peran dalam artian semua masyarakatnya sadar sadar akan adanya hak asasi maupun kewajiban asasi sebagai masyarakat demokrasi, sadar akan tugas dan tanggung jawab dalam memajukan bangsa ini, menjadi masyarakat yang banyak menuntut dirinya dengan pertanyaan “peran apa yang bisa saya lakukan ketika menjadi masyarakat demokrasi?” dengan tidak melupakan fungsi sosialnya sebagai pengontrol. Permasalahan ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dalam pemberian bantuan sosial tidak akan terjadi lagi ketika demokrasi kita dijalankan dengan penuh kesadaran peran dan tanggung jawab serta ekspresi kebebasan kita orientasikan pada integrasi nasional dan penciptaan opportunity cost yang rendah. *Aktivis dan Mahasiswa IPB