Omnibus Law, Nafsu Investasi Lupa Ekologi.
Lalu pasca gelombang bencana ekologi pada awal januari 2020 lalu semua persolan mulai terkuak yang selama ini belum menjadi sorotan utama bagi mayoritas rakyat indonesia, awak media, organisasi keagamaan, organisasi kemahasiswaan, dan berbagai kelompok massa intelektual lain. Semua seakan begitu terjebak dalam persoalan politik praktis lima tahunan serta sistem pragmatisme yang menidurkan berbagai organisasi tadi dan akhirnya melupakan satu isu yang teramat besar urgensinya untuk dibahas. Yaitu keselamatan ekologi yang sangat terancam oleh adanya investasi besar yang menuntut untuk melakukan eksploitasi besar besaran serta ancaman dari pembangunan tanpa kontrol yang cenderung bernafsu besar dan mengorbankan segalanya.
Bencana ekologi seperti banjir bandang, kekeringan, kebakaran hutan, kabut asap, erosi dan longsor ini jelas hanya sedikit saja melibatkan peran tuhan dalam proses terjadinya bencana sebetulnya, melainkan ini hampir secara keseluruhan diakibatkan oleh ulah tangan serakah manusia dan kapitalisme global yang melakukan ekploitasi besar besaran tanpa memperhitungkan potensi dan dampak bencana yang mengintai. Kita tentu ingat betul bagaimana banjir bandang menerjang kabupaten lebak di malam pergantian tahun 2019 ke tahun 2020 lalu, yang mana hutan di bantaran sungainya dialihfungsikan menjadi lahan lahan tambang, bagaiamana bencana kekeringan melanda jawa tengah dan indonesia bagian timur karena proses penggundulan hutan dan ilegal loging yang begitu masif demi memenuhi kebutuhan produksi korporasi, bagaimana korporasi membakar hutan dengan dalih pembukaan lahan yang akhirnya menimbulkan kebakaran dan kabut asap yang begitu tebal menyelimuti sumatera, kalimantan, serta malaysia dan singapura pun terpaksa harus menikmati dampaknya, tak lupa erosi dan longsor yang kian sering terjadi di kalimantan timur akibat aktivitas tambang yang begitu besar dan dekat dengan pemukiman rakyat. Hingga barulah kemudian kita menyadari bahwa dampak dari investasi secara besar besaran ini tak semanis apa yang presiden jokowi katakan.
Tentu saja bencana ekologi ini sangat erat kaitannya dengan proses investasi yang dibuka kerannya dan diberikan karpet merah dalam satu dekade terakhir ketika masuk kedalam negara ini. Bagaimana para investor bisa dengan mudah membuka lahan investasi baru tanpa harus memikirkan dampak buruk terhadap lingkungan yang selama ini dianggap menghambat bagi para investor rakus ini. Karena aturan wajib mengenai pemenuhan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan ( AMDAL ) didalam RUU CIPTA KERJA jelas dihapus sebagai syarat utama pembukaan lahan investasi baru. Padahal kita semua sama-sama mengetahui bahwa dokumen AMDAL ini luarbiasa penting sebab berisi tentang bagaimana investasi memberi dampak terhadap resiko kesehatan rakyat setempat, resiko bencana yang kapan saja bisa terjadi, resiko kerusakan ekologi yang bisa ditimbulkan. Akhirnya dengan mencuatnya wacana penghapusan dokumen ini adalah bentuk legitimasi negara terhadap perusakan lingkungan dan negara sedang melakukan pembiaran terhadap ancaman yang rakyat terima dari dampak buruk yang investasi hasilkan.