Oleh : Muhammad Saleh* Salah satu film yang meraih kesuksesan besar pada tahun 2018 adalah Avengers: Infinity War produksi Marvel Studios. Film science fiction superhero ini sukses meraup pendapatan lebih dari USD 2 miliar (27 triliun rupiah) di seluruh dunia. Selain kecanggihan visual grafisnya, ada satu karakter dalam film ini yang menarik perhatian saya yaitu Thanos, tokoh antagonis adidaya asal Planet Titan. Singkatnya, Thanos digambarkan mengalami sendiri kehancuran total Titan. Planet itu hancur karena overpopulasi yang berbanding terbalik dengan ketersediaan sumber daya, yang pada akhirnya menghasilkan krisis ekologi akut. Thanos lalu menyimpulkan hanya ada satu solusi untuk mengatasi permasalahan di alam semesta, yaitu genosida populasi untuk planet yang mengalami kelebihan jumlah penduduk. Dalam film ini diceritakan, lewat kesaktian infinity stones, Thanos hanya perlu menjentikkan jarinya. Lalu boom, setengah populasi pun lenyap dari planet bumi. Ramalan tentang Krisis Ekologi Pemikiran krisis ekologi yang disampaikan dalam Infinity War, sebenarnya pernah diungkap oleh salah satu ilmuwan terkenal abad ini, Stephen Hawking. Dalam sebuah wawancaranya dengan The Guardian di akhir 2016, Stephen Hawking menyebutkan: “Perhaps in a few hundred years, we will have established human colonies amid the Star’s.” (Mungkin dalam beberapa ratus tahun, kita akan membangun koloni manusia di tengah bintang-bintang.) Percepatan kiamat bumi ini, menurutnya, didorong oleh beberapa hal, yakni: pertama, perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global; kedua, defisit produksi pangan menyebabkan kelaparan di sejumlah kawasan yang menjadi sebab beragam konflik agraria dan perebutan sumberdaya. Ketiga, kelebihan populasi manusia yang meningkatkan taraf kemiskinan, pengangguran dan kriminalitas; keempat, penyakit epidemik yang dapat memusnahkan populasi manusia secara cepat; dan kelima perang nuklir yang dapat menyebabkan kepunahan umat manusia dalam sekejap Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa, persoalan lingkungan hidup bumi saat ini terdiri dari serangkaian persoalan. Beragam isu “tentang krisis daya dukung alam” mencakup persoalan seperti: perubahan iklim, pengasaman air laut, penipisan lapisan ozon di stratosfer, batas aliran biogeokimia (siklus nitrogen dan fosfor), penggunaan air bersih global, perubahan pemanfaat lahan, hilangnya keragaman hayati, pelepasan aerosol ke atmosfer, dan polusi kimia. Dari semua itu perubahan iklim menjadi ancaman terbesar dan paling mendesak yang paling menduduki persoalan sentral. Peningkatan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia (karbondioksida, metana, nitrogen oksida, dll) telah mendestabilisasi iklim dunia dan berkelindan dengan ancaman lainnya. Dapat dipastikan jika perilaku self distuction manusia ini tidaklah berubah, dampak kenaikan suhu global bisa mengerikan bagi sebagian besar spesies dimuka bumi ini, termasuk manusia itu sendiri. Mencari Akar Permasalahan Akar permasalahan krisis ekologi dan keberlanjutannya, seperti disampaikan oleh A. Sonny Keraf dalam artikelnya berjudul Sustainable Development, adalah pola pikir manusia yang menempatkan alam sebagai obyek yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan manusia. Bahkan bisa dikatakan, ada mis-orientasi dalam pembangunan. Pembangunan semata untuk pertumbuhan ekonomi, menegasikan aspek sosial-budaya, dan lingkungan hidup. Hal ini terjadi umum di seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia. Padahal, sebagaimana yang diungkapkan oleh Epicurus, dikutip oleh Magdoff dan Foster dalam buku the Epicurus reader, ia mengatakan “kekayaan jika tidak ada batasannya, adalah kemiskinan besar.” Hal ini sejalan dengan ungkapan Herman Daly, lewat “teorema ketidakmungkinannya.” Dia menyebut tak mungkin ekonomi terus bertumbuh terus tak terbatas di tengah lingkungan yang tidak tak terbatas. Namun yang terjadi adalah perluasan dan eksploitasi tetap berlangsung, bahkan semakin masif. Motif ekonomi berdasarkan pengejaran laba dan persaingan telah mendorong aktivitas untuk menambahkan penjualan dan melebarkan pangsa pasar. Mansur Fakih dalam bukunya Runtuhnya Teori Pembangunan menyebut agenda pembangunan perlu diwaspadai. Alih-alih kesejahteraan, pembangunan menyelipkan kepentingan kapitalisme/neo-liberalisme, seperti kepentingan ekonomi MNC (multinational corporation) maupun TNC (trans-national corporation). Berbagai agenda pembangunan masif ternyata membawa dampak negatif yang begitu besar. Yakni kerusakan lingkungan seperti polusi air, udara dan tanah; dan munculnya beragam masalah sosial seperti kesenjangan kesejahteraan, pengangguran, serta kegagalan ekonomi dalam mencukupi kebutuhan dasar semua orang. Apapun yang dijelaskan di atas, dapat kita ketahui bahwa bumi saat ini sedang dalam fase ekologi yang kritis bagi kehidupan spesies. Bumi butuh kesadaran kita bersama. Bukan hanya kesadaran sebagian kecil kaum intelektual, aktivis, maupun para pegiatnya saja. Dasarnya karena kita hidup dalam satu dunia, dan karenanya semua manusia pasti butuh lingkungan yang baik dan sehat. Dengan demikian, sangat diperlukan sistem mendasar, nilai-nilai etika baru, sebuah panduan dan aksiologi, yang menjadi dasar dalam menjalankan etika moral dalam pengelolaan bumi. Jika kita gagal dalam melakukannya, maka gambaran ancaman dalam Infinity War pun bisa saja terjadi. Chaos pun tak terhindari. Akan muncul “Thanos Thanos” yang bertindak jauh menghilangkan hak orang-orang lain yang tak tahu-menahu tentang persoalan yang ada. Beberapa Cara Penanggulannya Reboisasi Hutan di berbagai negara menjadi paru-paru dunia. Jika ada hutan yang dirusak maka beberapa negara lain juga akan mendapatan efek tersebut. Tentunya yang akan menerima pertama akibatnya yaitu negara yang sudah merusak lingkungannya sendiri. Untuk itu jangan pernah merusak hutan yang ada. Jika anda ingin menebang pohon, maka anda harus memiliki sikap tebang pilih dan menanam benih untuk pohon yang baru. Bioremidiasi Limbah tidak hanya berupa industri namun juga limbah rumah tangga. Tapi, yang sering menyebabkan efek yang terasa adalah limbah industri. Untuk itu suatu industri haruslah mengetahui apa itu bioremidiasi. Terutama untuk industri yang mengeluarkan banyak limbah berbahaya berupa zat-zat toksik. Dampaknya tidak hanya mencari lingukungan saja, tapi bisa mengganggu kesehatan masyarakat di daerah sekitar. Bioremidiasi yaitu pemanfaatan mikroba ataupun tanaman dari kontaminasi. Jadi limbah yang akan dibuang harus di bersihkan dahulu dari kontaminasinya sehingga tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Rehabilitasi Lahan Adanya rehabilitasi ini juga menjadi salah satu upaya untuk mengembalikan lahan secara ekologis. Rehabilitasi ini juga menjadi upaya mengembalikan lingkungan fisik agar bisa di fungsikan lagi. Tanggung jawab yang membuat rehabilitasi ini adalah pengusaha yang sudah melakukan penambangan di lahan tersebut. Jika hal ini tidak dilakukan, maka tanah akan menjadi tandus dan mati Reklamasi Pantai Reklamasi pantai merupakan kegiatan pemulihan pantai untuk menyelamatkan lahan yang ktitis dan mati untuk menjadi lahan yang lebih produktif.Adanya lahan kritis dikarenakan ulah penambangan pasir yang dilakukan oleh manusia. Nah dengan reklamasi pantai dan penanaman tembakau ini menjadi cara menanggulangi kerusakan lingkungan hidup akibat ulah manusia.Demikian beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menanggulangi krisis lingkungan yang terjadi. Lahan ataupun daerah yang sudah terkena bencana, jika tidak segera dilakukan penanggulangan, maka akan terjadi bencana yang sama dari sebelumnya. Bahkan bisa lebih parah dari sebelum-sebelumnya. Untuk itu mari kita jaga dan rawat lingkungan kita secara bersama-sama. Wallahu a’lam Bissawab. Salam Lestari, Hijau Berseri! *Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta Editor: Yulianto Adi NugrohoIlustrator: Rizal Fahmi