Berita
Trending

Prinsip dan Etika Pengelolaan Air dalam Islam

Luthfi kemudian membeberkan pandangannya tentang salah satu etos yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. untuk menjaga sumber daya alam: “agar kemanfaatannya tidak hanya berhenti pada generasi saat ini saja, tetapi juga untuk generasi di masa yang akan datang. Mereka, anak-cucu manusia hari ini, sejatinya bukan sebagai pewaris, tetapi sebagai pemilik. Kita yang hidup di masa ini mendapat amanah untuk menjaganya supaya kita bisa menyerahkan kepada si pemilik aslinya nanti.”

Hadits ketiga, dikisahkan oleh Abu Huraira: Rasulullah SAW bersabda, “Jangan menahan kelebihan air, karena tindakan itu akan mencegah tumbuh (suburnya) rumput padang gembala.” (Sahih al-Bukhari 2353, Buku 42, Hadits 3)

Narasumber tadarus hijau kali ini, dalam menerangkan hadits di atas, memberi perumpamaan, “jika kita punya sepetak sawah, lalu kita membendung air mengalir hanya untuk tanaman kita saja, alhasil tidak hanya petak sawah yang lainnya akan mengalami kekeringan namun juga ladang penggembalaan di sekitarnya juga akan menjadi tandus.” Pembatasan hak atas akses air tersebut yang dilarang oleh Allah melalui hadits ketiga di atas. Bagaimanapun, air tidak berasal dari lahan kita sendiri, melainkan bersumber dari tempat (sawah) lain. Maka, ada hak makhluk lain pula yang terkandung dalam air tersebut.

Lebih jauh, ia mengkontekstualisasikan dengan konflik sumber daya air yang terjadi dewasa ini bahwa air bukan hanya terkait dengan aspek etik tetapi juga problem politik. Adanya ketimpangan dalam akses kuasa atas air oleh pihak-pihak yang berada dalam relasi-kuasa yang lebih kuat melahirkan, pembatasan hak atas air dan kontrol distribusi terhadap sumber-sumber daya air (monopoli). Dengan demikian, tata kelola terhadap sumber daya air menjadi sentral dalam bagian ini dalam menentukan kemaslahatan bagi semua makhluk. Maka, dalam konteks hari ini, “air merupakan objek yang kontestatif (hal yang diperebutkan). Barangsiapa yang menguasai sumber air, maka ia menguasai dunia,” jelas dosen studi agraria tersebut.

Poin pembahasan terakhir pada tema ‘Air’ dalam himpunan 40 hadits hijau ini ialah hadits dari Sa’d bin Ubadah yang meriwayatkan bahwa: Aku berkata, “Ya Rasulullah, ibuku telah meninggal. Haruskah aku bersedekah atas namanya?” Nabi Muhammad berkata, “Ya.” Lalu aku bertanya,”Amal apakah yang terbaik?” Nabi menjawab, “Bersedekah dengan air minum.” (Sunan an Nasa’I 3664)

Secara jelas, dalam konteks hadits keempat, air menjadi instrumen amal yang pahalanya masih bisa mengalir meski si pengamal tersebut sudah meninggal (jahriyah).

Meski (di antara) kita bukan sosok yang berkuasa, sejatinya kita juga (harus) menciptakan rasa aman kepada makhluk lainnya (sebagai ekspresi dari keimanan secara lingkungan fisik maupun sosial). Narasumber, yang juga sebagai penulis buku “Membangun Bersama Rumah Agraria” (2019) tersebut menegaskan bahwa, “Kepedulian terhadap lingkungan itu bagian dari cabang keimanan.” []

*Kader Hijau Muhammadiyah Surabaya

Laman sebelumnya 1 2 3 4

Kader Hijau Muhammadiyah

Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) | Platform Gerakan Alternatif Kader Muda Muhammadiyah dalam Merespon Isu Sosial-Ekologis #SalamLestari #HijauBerseri

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button