Bagaimana Paradigma Teologi Islam Memandang Alam?
Oleh: Rizal Firmansyah
Dewasa ini, isu global, seperti krisis iklim, menuntut kita untuk memberi perhatian lebih. Sikap abai seolah tak terjadi sesuatu justru akan mendorong umat manusia ke dalam jurang kehancuran. Fenomena ini menampakkan situasi alam yang kurang bersahabat, tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Adalah manusia yang menjadi faktor dominan atas kerusakan lingkungan. The Uninhabitable Earth (Bumi yang tak dapat dihuni) karya David Wallace-Wells (2019) menggambarkan bila manusia tidak juga mau berbenah, maka bumi tempat berpijak tak akan lagi mampu menjadi tempat tinggal manusia.
Tiga Paradigma Hubungan Manusia dengan Alam
Untuk itu, dengan mengamati kebiasaan dan pola hidup manusia yang dipengaruhi oleh paradigma atau cara pandang manusia dalam memperlakukan sesama makhluk hidup, memberi gambaran kepada kita mengapa kerusakan lingkungan tidak segera teratasi dan masih menempati nomor urut teratas dalam daftar masalah umat manusia.
Paradigma ini berperan dalam menentukan posisi relasi antara manusia dan alam, dengan porsi yang berbeda. Setidaknya terdapat tiga paradigma yakni; antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme.
Antroposentrisme menempatkan posisi manusia lebih unggul dibanding makhluk lain, sehingga menganggap manusia dapat memperlakukan makhluk lain sekehendaknya. Dalam hal ini, manusia sebagai subjek memiliki kehendak bebas yang tak dapat dimiliki oleh makhluk lain yang sebagai objek.