Opini

Bagaimana Paradigma Teologi Islam Memandang Alam?

Kedua, paradigma Fasadah atau potensi manusia menjadi perusak. Hasrat manusia untuk merusak ini lantaran sifat “israf” atau suka berlebihan. Hal ini didorong oleh faktor kekuasaan yang cenderung korup, sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan.

Sebagai misal, kita dapat melihat bagaimana kebijakan-kebijakan pemerintah hari ini, apakah mengakomodir kepentingan seluruh makhluk atau hanya segelintir elit dengan tidak mengindahkan kelestarian alam. Masih segar dalam ingatan kita ketika pemerintah banyak membiarkan perusahaan raksasa mengeksploitasi habis hutan di Indonesia, bahkan saat pabrik-pabrik industri dengan cerobong asap menjulang ke angkasa hendak dibangun,  dengan sewenang-wenang menyingkirkan rakyat dari tanah kelahiran dan tempat tinggalnya dengan dalih kepentingan umum.

Ironisnya, negara berperan penting dalam memudahkan para pebisnis kelas kakap ini. Buku “Zaman Otoriter” karya Eko Prasetyo (2021) yang belum lama ini terbit, pada sub bab “Di Mana Posisi Pemerintah?” mengajak kita untuk berpikir kritis tentang kontrol pemerintah terhadap perusahaan yang merusak lingkungan.

“Di mana posisi negara dalam situasi ketika perusahaan lebih banyak memberi mudharat bagi lingkungan sekitar? Apa peran pejabat yang bertanggung jawab mengenai ini jika dirinya juga punya saham di dalam perusahaan? Bagaimana memberi sanksi pada perusahaan yang meski mencemari lingkungan tapi menampung ribuan tenaga kerja? Pertimbangan apa yang dapat dijadikan dasar untuk memberi sanksi perusahaan yang terbukti menyuap dan mencemari lingkungan? Mampukah pengadilan menjerat korporasi yang pemiliknya punya hubungan spesial dengan penguasa? Ketika berhadapan dengan perusahaan, ketentuan apa yang kita pakai sebagai dasar keadilan atau keuntungan?”

Kutipan di atas juga berlaku pada fenomena yang terjadi pada konflik tambang pasir di Jomboran Yogyakarta, konflik tambang batuan andesit di Wadas Purworejo-Jawa tengah, konflik petani dengan Pabrik Gula PT. Rajawali II di Indramayu Jawa Barat, dan masih banyak lagi.

Ketiga, paradigma nifaq atau hipokrit yang berarti perilaku manusia yang seolah-olah membangun namun pada kenyataannya justru merusak.

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan. Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 11-12)

Membangun dengan Merusak: Melihat Kasus Wadas

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Kader Hijau Muhammadiyah

Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) | Platform Gerakan Alternatif Kader Muda Muhammadiyah dalam Merespon Isu Sosial-Ekologis #SalamLestari #HijauBerseri

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button