Bagaimana Paradigma Teologi Islam Memandang Alam?

Menghadapi perilaku manusia dengan paradigma yang pertama dan kedua tentu telah terdapat kejelasan. Namun, kesulitannya adalah ketika menghadapi paradigma yang ketiga tersebut dengan situasi yang sedikit kabur: Kita menemukan bahwa hari ini banyak yang mengampanyekan agenda pembangunan menunjang perkembangan era industri 4.0 padahal secara tidak sadar mereka telah berbuat kerusakan.
Ada banyak argumen dan teori-teori pembangunan yang dikemukakan oleh pihak berkepentingan, agar rencana proyek pembangunan tidak dihalangi oleh aktivis lingkungan dan masyarakat yang sadar akan pentingnya menjaga kelestarian alam.
Misalnya, konflik tambang batuan andesit di Wadas yang rencananya akan digunakan sebagai material pembangunan Bendungan Bener dan menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) Pemerintah. Sekitar 401 ha. luas desa, akan dibebaskan lahan 114 ha dan untuk titik pertambangan seluas 64 ha.

Proyek pertambangan ini berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan di antaranya (1) Pertambangan batuan andesit dilakukan di daerah rawan longsor di mana hal ini merupakan ancaman bagi ruang hidup masyarakat. Izin Penetapan Lokasi (IPL) yang disetujui oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Purworejo.
Berdasarkan Perda Kabupaten Purworejo Pasal 42 No. 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RT RW) Kabupaten Purworejo tahun 2011-2031 desa Wadas Kecamatan Bener tidak diperuntukkan bagi kegiatan penambangan (andesit). Sebaliknya, daerah tersebut justru ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana. Adapun pada Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 22/PRT/M/2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor, telah dinyatakan bahwasanya aktivitas pertambangan tidak layak untuk dibangun pada zona berpotensi longsor berdasarkan tingkat kerawanan tinggi.
(2) Pertambangan batuan andesit di desa Wadas berpotensi menghilangkan sekitar 28 sumber mata air. Padahal di dalam Pasal 25 UU nomor 17 tahun 2019 tentang sumber daya air menyatakan “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan: a. Terganggunya kondisi tata air Daerah aliran sungai; b. Kerusakan sumber air dan/atau prasarananya; c. Terganggunya upaya pengawetan air; dan d) pencemaran air. (3) selain itu, pertambangan batuan andesit akan merusak hutan yang merupakan mata pencaharian masyarakat setempat.
Ketika masalah ini disampaikan dan disuarakan ke pemerintah, ada segudang teori pembangunan yang dikeluarkan oleh para ahli yang bekerja untuk pemerintah dengan mengatakan bahwa hal tersebut telah dilakukan mitigasi dan disusun rencana antisipatif sehingga kekhawatiran masyarakat akan kerusakan lingkungan tidak akan terjadi. Sayangnya, teori yang digunakan sebagai dalih pemerintah sering tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Inilah yang kemudian disebut sebagai tindakan yang seolah-olah membangun ternyata justru merusak.