Dari sini jelas terlihat, bahwa merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak adalah perbuatan yang tidak disukai Allah, dan bahwa binatang ternak itu manfaatnya banyak sekali, tidak sekadar untuk dimakan dagingnya. Salah satu manfaatnya yang besar bagi para petani adalah kotorannya, baik yang padat maupun yang cair.
Muhammadiyah melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) enam tahun terakhir ini gencar mengkampanyekan sekaligus mendampingi petani untuk beralih ke model pertanian yang dikembangkan nenek moyang tapi sekarang sudah mulai dianggap moderen ini. Basis pemberdayaanmya adalah jamaah/kelompok tani, dengan mengandalkan integrated farming. Tentu saja, karena sebagian besar petani yang didampingi adalah petani yang memiliki lahan sempit, maka bentuk jamaah/kelompok menjadi sangat penting.
Kepada para petani sembari bergurau dikatakan, saatnya jamaah/kelompok tani membangun ’pabrik pupuk’ sendiri, tidak perlu tergantung dengan pupun kimia (sintetis). Yang disebut ’pabrik pupuk’ itu sebenarnya sederhana saja: kambing atau sapi milik kelompok dikandangkan sehingga kotorannya, baik padat maupun cair dapat diolah menjadi pupuk. Teknologinya tentu sederhana, disesuaikan dengan kondisi petani kita pada umumnya. Pakan ternak dan ikan tambak atau kolam pun demikian.
Tentu tidak mudah merubah pola tanam petani yang sudah sedemikian lama tertanam dalam memori mereka. Semuanya harus berjalan dengan pendampingan yang kontinyu. Sangat dituntut kesabaran para fasilitator yang mendampingi para petania, peternak, dan nelayan tambak.
Tapi persoalan tidak berhenti sampai budidaya pertanian saja. Sebagaimana dikatakan di bagian lain makalah ini, persoalan yang dihadapi para petani itu luar biasa kompleksnya. MPM membatasi diri untuk sementara masuk pada empat ranah aktivitas untuk sekedar membantu para petani memecahkan masalah mereka, yaitu, pertama, budidaya pertanian dengan memperkenalkan model integrated farming, yang biasanya oleh MPM disebut ’pertanian ramah lingkungan’; kedua, pengolahan hasil pertanian, peternakan, dan perikanan; ketiga, pemasaran hasil pertanian maupun produk olahan; dan yang keempat, yang tidak kalah pentingnya, adalah advokasi kebijakan publik yang merugikan petani, peternak, dan nelayan tambak.
Sayang, usaha besar ini belum merata di seluruh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM). Hanya sekitar separuh dari PWM yang telah memberi perhatian serius bagi masalah pertanian yang ramah lingkungan ini. Padahal salah satu kosekuensi dari perbincangan tentang ekotelogi pertanian ini adalah usaha sungguh-sungguh ntuk mengembangkan model pertanian yang ramah lingkungan.
Khatimah: Pergeseran Peta Global ke Cina