Desa sebagai Penyelamat Kaum Urban
“Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negara,” begitulah bunyi kutipan dari John F. Kennedy mantan Presiden Amerika Serikat.
Kalimat ini sering digaungkan oleh para tokoh nasional kita. Dan bila diartikan merupakan salah satu bentuk tanggung jawab kita sebagai warga negara yang baik. Tetapi, apakah kalimat tersebut kedengarannya tidak kontradiksi dengan apa yang tertuang di dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan “kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar”. Selain itu, dalam Pasal 27 Ayat (2) juga menyatakan “Bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Namun, hal ini ternyata diaplikasikan melalui sweeping anak-anak jalanan, pengamen, pedagang kaki lima, dan pekerja seks komersial. Penertiban demi penertiban yang mengatasnamakan keindahan dan kenyamanan ini lebih memandang kaum miskin sebagai sampah masyarakat, bukan sebagai “anak-anak negara”, dan tentu saja upaya ini tidak melenyapkan kemiskinan tanpa pernah diselesaikan terlebih dahulu akar penyebab orang-orang mencari nafkah dari desa ke kota dan dari kota turun ke jalan.
Lantas, apakah dengan terbukanya lapangan pekerjaan dapat melenyapkan kemiskinan?
Masyarakat miskin tidak selalu dari kalangan pengangguran atau mereka yang bekerja serabutan. Sebagian besar justru berstatus memiliki pekerjaan tetap yang tidak pasti selama masih berada di bawah skema outsourching. Tapi apa upah buruh pabrik, pegawai honorer, sopir angkutan umum, pramuniaga, salesman, petani-petani yang kehilangan lahan garapannya ditelan perkebunan industri dan lalu bekerja di industri-industri tersebut dapat mencukupi kebutuhan yang kian hari-hari kian meningkat, di tengah kampanye pemberantasan kemiskinan yang hanya sebatas di panggung-panggung pemungutan suara oleh para penguasa negeri, serta parade perang kapital antar korporasi asing dan nasional?
Sebelum dilanjutkannya tulisan ini, mari luangkan waktu sebentar untuk kembali mengingat saat ditetapkannya kedaruratan kesehatan masyarakat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) serta bencana non-alam berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.
Refleksi Pagebluk
Sebagian besar umat manusia menghadapi tantangan yang sama. Seperti mimpi buruk sehabis pulang nonton bioskop, terasa jauh karena tak tampak namun rasa takutnya berkeliaran di udara, dalam helaan nafas dan di tiap hisapan linting tembakau yang lembab. Yang kita bisa lakukan adalah bersama-sama memperlambat dan bahkan memutus rantai penyebaran virus tersebut dengan memakai masker dan melakukan vaksinasi sesuai dengan yang dianjurkan Pemerintah.
Di mana masyarakat mengalami kehilangan pekerjaan, kehancuran dan kemiskinan merajalela. Pandemi yang telah berlangsung selama tiga tahun terakhir membuka kondisi struktural sebenarnya yang selama ini ditutupi oleh media dan dimanipulasi oleh penguasa.
Pada saat yang sama, masyarakat perkotaan berbondong-bondong untuk kembali ke desanya masing-masing ke tempat awal mula mereka berada/berasal, mereka menganggap bahwa kampung halaman adalah tempat yang aman dan nyaman.
Jika kita melihat persoalan serta permasalahan tersebut, sudah seharusnya sektor-sektor penting dan strategis dalam suatu negara harus dikelola dengan seimbang, selaras dan mencapai titik optimal, agar negara itu dapat dikatakan sebagai negara baik. Negara yang mampu berdiri di kaki sendiri. Karena sektor-sektor penting dan strategis yang dimiliki suatu negara, secara sadar atau tidak, memberikan kontribusi dan dapat dijadikan tatanan untuk meminimalisir masyarakat pra-sejahtera yang sebagian besar menyelimuti keluarga petani di pedesaan.
Peradaban itu adalah Desa
Salah satu cara untuk meminimalisir hal tersebut adalah dengan membangun sektor pertanian dan pembangunan daerah pedesaan dengan baik sesuai dengan slogan “Ketahanan Pangan Nasional” karena kita menginginkan slogan “Ketahanan Pangan Nasional” tersebut, menjadi nyata dan bukan hanya sekadar frasa semata. Tidak dapat dipungkiri, sektor pertanian dan pembangunan daerah pedesaan secara tidak langsung dapat membantu meningkatkan perekonomian nasional, meskipun dari sisi lain masih memandang bahwa sektor pertanian itu dipandang sebelah mata dan dijadikan sebagai unsur penunjang.
Melihat kondisi saat ini, sebagian besar masyarakat belum menyadari akan pentingnya pembangunan daerah pedesaan dan sektor pertanian yang jauh lebih penting dari sekedar unsur penunjang. Daerah pedesaan dan sektor pertanian dapat memberikan kontribusi bagi sektor lain, terutama sektor industri yang sudah mendarah daging dan dinobatkan sebagai sektor unggulan dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Perlu diingat, tanpa pembangunan pedesaan yang integratif, petumbuhan industri tidak akan berjalan sehalus sutera, justru akan menciptakan ketimpangan internal yang parah dalam perekonomian yang bersangkutan, memperparah masalah kemiskinan, pendapatan, serta pengangguran.
Tentunya pemanfaatan sektor pertanian pun harus dilakukan seefisien mungkin, sehingga nantinya sektor pertanian menghasilkan output yang berkualitas baik untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Dalam pembangunan, sektor pertanian sangat berpengaruh terhadap kondisi di daerah pedesaan dalam hal pendapatan rill yang dapat menopang pembangunan di daerah pedesaan. Contoh kecilnya seperti perbaikan akses jalan raya dan infrastruktur lainnya, karena rata-rata wilayah pedesaan kesulitan mengenai akses transportasi, informasi, serta infrastruktur lainnya. Sehingga dengan adanya rekonstruksi tersebut dapat mendorong untuk kemajuan desa.
Ekonomi Agraris vs. Ekonomi Industri
Apabila transformasi pertanian dan lingkungan pedesaan dapat terlaksana dengan baik, maka perekonomian nasional akan meningkat. Namun, sangat miris sekali apabila transformasi pertanian dan lingkungan pedesaan tidak terlaksana, karena lebih dari dua per tiga penduduk termiskin di dunia menetap di wilayah yang sumber penghidupan pokoknya berasal dari pola pertanian subsisten, dan tak bisa terbayangkan masa depan kita nantinya dibombardir teori barat, bahwa membangun perekonomian dengan cara mengubah pertanian agraris menjadi pertanian industri.
Padahal, tanpa kita sadari, diubahnya perekonomian agraris menjadi perekonomian industri berdampak pada meningkatnya angka pengangguran, minimnya lapangan kerja, terbengkalainya lahan garapan, menurunnya tingkat produktivitas pertanian yang merupakan sektor penting dalam pembangunan perekonomian khususnya pada keluarga tani pra-sejahtera, krisis petani usia produktif kerja yang disebabkan oleh daya tarik terhadap sektor pertanian karena “gengsi” serta jeratan kapitalisme secara langsung ( terhadap buruh pabrik) yang diiming-iming dengan penghasilan lebih besar dibanding bertumpu pada sektor pertanian.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya yang signifikan dalam meminimalisir terjadinya dampak yang buruk terhadap sektor pertanian dan pembangunan pedesaan, salah satunya dengan cara memperkuat varietas lokal yang unggul serta penerapan teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan, yang paling terpenting sesuai dengan kearifan lokal pedesaan, agar permasalahan sistem agraria yang beragam dapat diminimalisir serta tercapainya pembangunan pedesaan. Karena Desa adalah…………………………………….. isilah titik-titik tersebut sesuai dengan keingan ataupun pengartiaan kalian masing-masing, serta tuliskan quotes terbaik kita, karena “desa” cukuplah luas bila ingin kita deskripsikan atapun kita artikan.
*Penulis : Izhar (Pemuda antar lintas sub-Budaya)