Mediasi Warga Wadas Tolak tambang dengan Pemerintah, berujung Deadlock
Mediasi antara warga Wadas penolak tambang andesit dengan pemerintah sebagai pemrakarsa tambang andesit yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Daearah Istimewa Yogyakarta berakhir buntu (deadlock), Selasa (19/12). Warga tetap meminta pemerintah menghentikan proses pengadaan tanah dan memindahkan lokasi tambang andesit dari Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, namun permintaan ini ditolak.
Seperti diketahui, empat warga Wadas, yaitu Priyanggodo, Talabudin, Kadir, dan M. Nawaf Syarif melakukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap pemerintah sebagai pemrakarsa tambang andesit. Sedangkan pihak pemerintah yang digugat adalah Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo, Presiden Republik Indonesia, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Gubernur Jawa Tengah.
Pemerintah menetapkan desa Wadas sebagai lokasi pertambangan batu andesit. Batu ini akan digunakan sebagai material pembangunan Waduk Bener yang ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) yang berada tidak jauh dari Wadas.
Saat mediasi, Talabudin menginginkan rencana penambangan batu andesit yang berlokasi di bagian atas bukit di desanya dihentikan karena membahayakan banyak warga yang tinggal di kaki bukit. Ada potensi banjir, longsor, dan hilangnya mata air.
“Kami tidak membicarakan nominal ganti rugi, kami hanya membicarakan keselamatan kami,” ujarnya, Selasa (19/12).
Namun dalam kesempatan itu pihak pemerintah mengatakan mengubah penetapan lokasi (penlok) harus sesuai dengan UU No.2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pasal 23 ayat menyatakan keberatan atas penlok bisa dilakukan warga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) paling lambat 30 hari sejak penlok dikeluarkan.
Pihak pemerintah dalam kesempatan itu juga mengatakan ganti rugi tanah milik Talabudin sedang diproses di Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Namun sekali lagi Talabudin a mengatakan warga yang bekerja sebagai petani sudah biasa hidup di desa.
“Setelah mendapat ganti rugi tanah, kami juga tidak bisa hidup di kota,” tambahnya.
Dalam mediasi ini warga melalui kuasa hukum yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBHAP), Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga meminta agar pihak pemerintah yaitu, Presiden RI dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dihadirkan. Tetapi permintaan ini tidak bisa dipenuhi para tergugat.
Empat warga Wadas yang melakukan gugatan PMH itu sudah merasakan betapa pertambangan batu andesit di desanya bisa membahayakan keselamatan warga. Akses jalan menuju lokasi tambang yang mengorbankan vegetasi aneka tanaman di lokasi hutan di perbukitan sudah menyebabkan beberapa kali banjir yang disertai lumpur dan sumber air menjadi kotor.
Setelah mediasi mengalami deadlock, belum ada kepastian kapan sidang di PN Sleman akan dilanjutkan.