Opini

Pembangunan, Nasib Lingkungan Hidup dan Upaya Perempuan

Kaderhijaumu.id | Proses pembangun, telah diketahui amat berdampak buruk terhadap sumber daya alam. Untuk membangun dunia “modern” diperlukan “pembebasan” sebagian lahan yang berisi tumbuhan dan hewan – hutan. Upaya pembebasan lahan ini menyebabkan sebagian, bahkan secara penuh menghilangkan ekosistem yang ada di hutan – tumbuhan digunduli dan hewan kehilangan rumahnya. Disamping itu, ternyata juga membuat manusia yang hidupnya bergantung dengan sumber daya alam tersebut juga ikut kehilangan satu – satunya sumber penghidupan.

Penghilangan ini pun mengharuskan mereka berpindah ke kota dan mau gak mau harus beraktivitas mengikuti kebiasan yang ada di kota atau tempat tinggal baru. Pada akhirnya, terjadi kehilangan budaya murni yang dimiliki masyarakat. Tidak hanya perihal hilangnya lahan saja, tapi budaya yang hilang ini juga terjadi akibat perkembangan teknologi. Jika pada manusia yang setidaknya terpaksa mampu beradaptasi dengan ruang – ruang yang tersedia, lantas bagaimana mereka yang Tuhan ciptakan khusus sebagai hewan dan tumbuhan ?

Selama proses pembangunan, kita akan berurusan erat dengan hukum. Rasanya sudah seperti, hukum menjadi alat paling kuat untuk mendapat segala bentuk ciptaan Tuhan. Salsabila Khairunnisa (2023) dalam artikelnya juga mengatakan hal serupa, bahwa hukum dibuat tidak jauh dari tujuan untuk memuaskan nafsu pembangunan para penguasa. Dia (hukum) memiliki kecenderungan berpihak pada kelompok tertentu dan mengikat kelompok lain untuk memuaskan nafsu mereka. Akhirnya ketidakmampuan dalam mengontrol nafsu menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan mengancam hak hidup berbagai pihak – manusia, hewan maupun kehidupan lainnya.

Perempuan dan anak menjadi kelompok rentan dalam setiap kasus ekologi di Indonesia. Uniknya dari semua kasus ekologi, sebagian perempuan yang terdampak juga menjadi pihak paling getol untuk menyuarakan dampak – dampak yang akan dirasakan ataupun sudah dirasakan. Seperti, di daerah Lakardowo, Mojokerto, warga dipaksa hidup berdampingan dengan pabrik – pabrik pengolahan limbah B3.

Berdirinya pabrik ini membuat air di tanah mereka tercemar dan menurunkan kualitas hasil pertanian. Tentu saja, ibu – ibu dari Lakardowo tidak lantas diam saja. Mereka ikut melakukan aksi duduk dan diam di depan kantor gubernur Jawa Timur untuk menunjukkan sumber penghidupan utama mereka telah dirampas (VOA, 2018). Selain itu, aksi tersebut juga menjadi bentuk proses atas pengabaian yang dilakukan pemerintah terhadap PT. PRIA, pabrik pengolahan limbah B3.

Upaya yang dilakukan perempuan – perempuan ini menjadi bukti bahwa perempuan memiliki kekuatan untuk aktif melawan dan menolak kerusakan lingkungan. Tanpa peran hukum atau sistem yang memihak pada alam, rasanya sulit untuk memenangkan perang melawan para penafsu. Tetapi bukan tidak mungkin kemenangan diperoleh jika semua elemen saling berkolaborasi, menyatukan kekuatan.

Kontributor : Aula Nuraini (Pegiat KHM Malang)

Kader Hijau Muhammadiyah

Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) | Platform Gerakan Alternatif Kader Muda Muhammadiyah dalam Merespon Isu Sosial-Ekologis #SalamLestari #HijauBerseri

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button