Hadirkan Aktivis, Akademisi, dan Tokoh Agama. KHM Ajak Bahas Konsensi Tambang untuk Ormas
Mulai dari Perpers No. 112 Tahun 2022, Wacana co-firing PLN, Perpres Nomor 14 Tahun 2024, dan terakhir PP Nomor 25 Tahun 2024 adalah permainan politik energi olgarki di Indonesia untuk mempertahankan penggunaan energi fosil.
Jakarta Selatan, 26 Agustus 2024, Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) berkolaborasi dengan bersihkan Indonesia membuat agenda bersama bertajuk Serial Diskusi Publik denga judul “Kuasa Negara Membajak Ormas Keagamaan dalam Menciptakan Keadilan Sosial”, sebagai upaya untuk tetap mengkritisi kebijakan tersebut dan mempertanyakan kembali komitmen ormas pada agenda penyelamatan ekologis.
Acara ini diselengarakan secara hybird dan berhasil menghadirkan pembicara-pembicara kompeten dari berbagai latar belakang yang memberikan pandangan mendalam mengenai kompleksitas isu konsensi pertambangan. Dalam serial diskusi tersebut menghadirkan beberapa narasmber dari gerakan anak muda dari ormas Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, akademisi, ulama, dan juga perwakilan dari Persekutuan Gereja Indonesia.
Pembahasan diskusi membahas Organisasi Keagaaman (ormas) yang mendapatkan hadiah dari pemerintah dengan memberikan konsesi pertambangan mineral dan batubara berbentuk Peraturan PP No. 25 tahun 2024. Singkatnya dalam aturan tersebut badan usaha milik ormas sangat mungkin menerima “penawaran prioritas” untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK), dan ormas hanya bisa mendapatkan izin konsesi untuk komoditas batubara di wilayah bekas perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.
Di sisi lain, keputusan para pimpinan dua ormas besar keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah menerima konsesi ini menuai kritik dari masyarakat sipil terutama dari akar rumput mereka sendiri. Bahwa seharusnya dampak buruk yang selama ini dialami masyarakat akibat pertambangan menjadi cermin bagi para pimpinan dalam menentukan sikap.
Kader-Kader Muhammadiyah yang terafiliasi di Kader Hijau Muhammadiyah dan kader NU yang terafiliasi di FNKSDA, merasa kecewa sekaligus mengkritisi dan mempertanyakan sikap organisasi mereka yang masing-masing menerima tawaran konsensi pertambangan.
Sikap PBNU dinilai ahistoris dan patut dicurigai, apalagi korban dari pertambangan juga merupakan nahdliyin yang sebagian besar merupakan para petani kecil, petani tunakisma dan buruh upahan. Ujar Rikza (FNKSDA)
Sedangkan Kader Hijau Muhammadiyah Merasakan kecewa terhadap putusan Muhammadiyah yang menerima tambang yang disampaikan pada saat konsolidasi nasional di Kampus Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta pada 28 Juli 2024.
Kami juga menyatakan kekecewaannya atas keputusan Pimpinan Pusat yang telah menyakiti hati dan mencederai perjuangan masyarakat baik internal maupun eksternal Muhammadiyah dalam mempertahankan ruang hidup dari pertambangan. Ananul (KHM)
Sebagai salah satu ORMAS di Indonesia, Perkumpulan Gereja Indonesia (PGI) mempunyai sikap tegas terhadap tawaran WIUPK dari pemerintah. Mereka menyoroti bahwa belum ada cerita sukses mengenai industri ekstratif dalam pengelolaan lingkungan lestari dan memiliki singungan berbagai isu. Hal ini menjadi alasan utam mereka tetap menolak, apabila pemerintah memberikan tawaran konsensi pertambangan.
Sejauh ini PGI belum menerima tawaran apapun dari pihak pemerintah… PGI akan menolak bila tawaran untuk memiliki WIUPK pertambangan diberikan. PGI juga memberikan beberapa alasan yang cukup tegas dalam penolakannya lebih dan lebih mengupayakan dekarbonisasi energi, dan pengurangan pengunaan bahan bakar fosil. Ujar Pdt. Henrek Lokra
Disambung oleh jaringan kongres ulama perempuan Indonesia (KUPI), merasa terkejut dengan inskonsistensi ormas-ormas yang memutuskan untuk menerima tawaran konsensi pertambangan. hal tersebut sangat berkontradiksi dengan putusan dari ormas-ormas yang pernah mengharamkan atau fatwa majelis tarjih tentang gerakan keadilan ekologis. Baik NU atau Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan mengunakan spirit nalar etik keagamaan mengalami pelemahan keilmuan profetik dalam keputusan menerima konsensi tambang, proses melemahnya jiwa ormas keagamaan
…Kemafsadatan atau kerusakan sebaiknya tidak perlu diambil. Jadi meninggalkan kerusakan itu diutamakan. di jaringan KUPI mencermati ada kontrakdiksi dari cara berfikir dan bersikap pada NU dan Muhammadiyah. Ujar Listia
Sedangkan perwakilan dari 350.org, mininjau dari perspektif krisis iklim yang dapat mempengaruhi ekonomi politik energi di Indonesia. Bencana ekologi akibat krisis iklim semakin menaik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. berangkat dari fenomena tersebut negara-negara mensepakati saat Paris Agreement tahun 2015 untuk mengakhir energi fosil dengan desakan untuk transisi energi. Dampak dari krisis iklim juga memberikan kerugian ekonomi Indonesia dengan potensi kerugian mencapai Rp11,2 triliun seperti yang disampaikan Sri Mulyani atau 0,5 persen dari PDB pada 2023 akibat perubahan iklim dalam acara HSBC Summit 2022.
Bank-bank internasional mulai menghentikan pendanaan batubara, jadi bank itukan mempunyai resiko reputasi, Ketika bank terus mendanai energi kotor maka reputasi kepada konsumen akan melemah. ada efek snowball ketika bank menghentikan pendanaan batubara yang mempengaruhi bank lainya. Ujar Firdaus Cahyadi (350.org)
Salah satu bank internasional terbesar di Inggris yakni Standart Chartered telah menghentikan dukungan pendanaan ke perusahaan batubara terbesar di Indonesia, PT. Adaroo Energy Tbk (ADRO). Sedangkan Bank di Indonesia yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI) sejak Mei tahun 2022 telah membatasi porsi pendanaan di sektor pertambangan batubara di bawah 3% dan bank-bank lainnya. Efek snowball ini sangat didapat dirasakan oleh bank-bank lainnya sehingga meraka juga turut membatasi atau mengurangi pembatasan pendanaan kepada perusahaan batubara.
Kebijakan energi yang dikeluarkan Pemerintah justru mencerminkan menguatnya rejim energi fosil. Pemerintah seringkali mengatakan mempunyai bukti terhadap komitmen transisi energi dengan mengalang dukungan pendanaan sekma JETP di G20. Tapi sebenarnya pemerintah tidak cukup serius untuk melakukan transisi energi, menjelang JETP, pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 112 Tahun 2022 sebagai payung hukum bagi Captive Power Plant. Kemudian PLN mensiasati tekanan dari ancaman PLTU harus dihentikan, maka memunculkan wacana Co-Firing yang mencampurkan biomas dan batubara sehingga emisinya menurun dengan tujuan memperpanjang nafas dari penggunaan batubara.
Jika diingat kembali, setelah Presiden Jokowi ke Amerika pada Desember 2023 untuk bertemu dengan beberapa perusahan seperti Exon dan perusahaan lainya dengan menawarkan Carbon Capture Storage, Pada Januari 2024 memunculkan Perpres Nomor 14 Tahun 2024 mengenai Carbon Capture Storage, kegiatan usaha yang mencakup penangkapan karbon dan/atau pengangkutan karbon tertangkap. Siasat Perpers ini muncul dengan tujuan memperpanjang penggunaan batubara dengan menanam kembali emisi.
Dunia Internasional ada pertarungan tersendiri antara rezim fosil dan juga rezim energi terbarukan dan itu tercermin di politik negara kita. Puncak dari politik energi di Indonesia saat ada pada PP Nomor 25 Tahun 2024 mengubah beberapa ketentuan dalam PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, salah satunya yang termuat adalah pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaaan. lanjutnya
Mulai dari Perpers No. 112 Tahun 2022, Wacana co-firing PLN, Perpres Nomor 14 Tahun 2024, dan terakhir PP Nomor 25 Tahun 2024 adalah permainan politik energi olgarki di Indonesia untuk mempertahankan penggunaan energi fosil. Sedangkan disisi lain itu banyak tekanan baik dari Internasional untuk mengakhir energi fosil sedang didalam negeri karena kerusakan ekologis ataupun kesadaran iklim yang semakin meningkat. Maka untuk mencuci dosa ekologi dari batubara ini, pemerintah melibatkan ormas untuk mengambil peran.
Perlu diingat lagi, ketika ormas-ormas menerima konsensi tambang, mereka harus bekerja sama dengan perusahaan besar yang sudah berkecimpung di dunia batubara. artinya ormas-ormas selain mempunyai saham pada industri batubara, mereka juga akan menjadi perisai dari para oligarki batubara, ketika ada desakan dari masyarakat atas kerusakan ekologi.
Melalui diskusi ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan negara, khususnya dalam konteks pengelolaan organisasi masyarakat keagamaan. Selain itu, diskusi ini juga menjadi langkah awal untuk mengajak dan mengawal dalam menghentikan penggunaan energi fosil yang terkapitalisasi baik dilakukan oleh oligarki atau ormas pada kemudian hari. selain itu mengajak untuk mewujudkan keadilan sosial ekologis bagi seluruh lapisan masyarakat. (f.a.f)