Alasan Kebijakan Lingkungan Sangat Penting untuk Kesehatan
.... di balik udara yang bersih, air yang jernih, dan lingkungan yang sehat, ada masa depan yang lebih baik untuk kita semua. Dan di era pembangunan berkelanjutan ini, pilihan kita hari ini akan menentukan kesehatan generasi seterusnya.
Apakah kita menyadari bahwa setiap tarikan napas yang kita hirup mungkin dipenuhi oleh partikel halus yang tak kasat mata namun berbahaya? Atau, air yang kita minum bisa tercemar zat kimia dari limbah industri? Pertanyaan ini mengingatkan kita pada sebuah realita yang sering kali terabaikan terkait hubungan erat antara kebijakan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Selama matahari dan cukup tumbuhan hijau baik di dataran maupun perairan untuk mengubah karbon dioksida menjadi oksigen melalui proses fotosintesis maka atmosfir bumi akan terus menghasilkan sekitar 1/5 oksigen. Akan tetapi hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang ada Di beberapa wilayah layanan lingkungan memiliki masalah, contohnya sebagian penduduk masih mengalami kemiskinan, kekurangan gizi, kualitas udara dan air yang buruk, atau polusi yang terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju.
Bahkan di era pemerintahan yang sekarang justru mengedepankan pembangunan secara berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur sering kali menjadi sorotan utama. Namun, apakah kita sadar bahwa tanpa kebijakan lingkungan yang kuat, pembangunan justru bisa menjadi ancaman utama bagi kesehatan kita? Mari kita lihat lebih dekat.
Polusi, Musuh Tersembunyi di Balik “Kemajuan”
Dalam mengejar pembangunan yang pesat, polusi udara, air, dan tanah sering kali dianggap sebagai “harga yang harus dibayar.” Tetapi, apakah benar demikian? Apakah kita rela membayar harga ini dengan kesehatan kita sendiri? Faktanya, polusi tidak hanya mengotori langit dan sungai, tetapi juga menggerogoti paru-paru, jantung, dan kesehatan kita secara perlahan. Polusi udara, misalnya, adalah penyebab utama berbagai penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis bahkan kanker paru-paru. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa 7 juta kematian prematur setiap tahun disebabkan oleh paparan polusi udara.
Tetapi, ini bukan sekadar statistik di atas kertas. Ini adalah realita yang kita hadapi setiap hari, realita yang bersembunyi di balik asap knalpot kendaraan yang kita hirup saat terjebak macet, atau limbah pabrik yang mengalir di sungai-sungai kita. Polusi adalah musuh diam-diam yang menyerang tanpa kita sadari.
Pertanyaannya, bagaimana kebijakan lingkungan bisa berperan dalam mengurangi risiko kesehatan? Salah satu jawabannya terletak pada regulasi emisi industri dan kendaraan bermotor. Negara-negara yang menerapkan standar emisi yang ketat telah berhasil menurunkan kadar polusi udara dan pada saat yang sama, memperbaiki kualitas hidup warganya hingga bisa menjamin kesehatan nya. Sayangnya hal tersebut masih memiliki sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup.
Konservasi Sumber Daya Alam, Investasi untuk Kesehatan Secara Jangka Panjang
Konservasi sumber daya alam, termasuk air dan hutan, bukan hanya soal pelestarian lingkungan, tetapi juga menyangkut kesehatan masyarakat. Hutan, misalnya, bertindak sebagai penyaring udara alami dan sumber daya air yang menjaga keberlangsungan hidup kita. Tanpa kebijakan yang mendukung reboisasi dan perlindungan hutan, dampak kesehatan seperti kekurangan air bersih dan peningkatan risiko penyakit akan semakin meningkat. Tanpa kita sadari, kekurangan air bersih ini memengaruhi kesehatan masyarakat secara langsung, menyebabkan munculnya penyakit seperti diare, kolera, hingga kerusakan ginjal akibat air yang tercemar. Konservasi sumber daya alam tidak hanya tentang menjaga alam tetap hijau, tetapi juga tentang menjaga kesehatan kita tetap layak.
Hutan, yang sering dianggap “paru-paru dunia”, bukan sekadar penghias bumi. Hutan berfungsi sebagai penyaring alami polusi udara dan penyimpan air tanah yang esensial. Bayangkan jika pohon-pohon yang menjaga kualitas udara hilang, bagaimana kita bisa bernapas bebas? Kesehatan kita terikat langsung dengan keberlanjutan hutan dan sumber air . Tanpa kebijakan reboisasi dan perlindungan hutan, dampak kesehatan yang parah seperti kekurangan air bersih dan meningkatnya risiko penyakit menular akan semakin sering terjadi.
Kebijakan yang mendukung infrastruktur yang Go Green seperti contohnya pada jalur hijau kota, taman kota, serta sistem pengelolaan sampah yang baik bukan hanya sekadar kebijakan idealis. Ini adalah investasi nyata untuk mencegah penyakit, memperbaiki kualitas hidup, dan mendorong masyarakat lebih sehat di masa depan. Pemerintah yang cerdas menyadari bahwa konservasi bukan hanya tentang menyelamatkan planet, tetapi juga menyelamatkan nyawa.
Namun, semua ini membawa kita pada satu pertanyaan penting, bagaimana kita bisa menyeimbangkan antara kebutuhan pembangunan dan upaya untuk melindungi kesehatan masyarakat? Jawabannya adalah pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus berani beralih ke model pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Pembangunan yang berkelanjutan bukan berarti mengorbankan pertumbuhan ekonomi, tetapi mengintegrasikan prinsip-prinsip memprioritaskan terkait lingkungan ke dalam setiap tahap perencanaan dan implementasi dalam bentuk kebijakan.
Misalnya, pemerintah yang proaktif dalam menerapkan kebijakan pro terhadap lingkungan akan mengedepankan teknologi bersih, energi terbarukan, dan infrastruktur yang minim dampak lingkungan. Dengan pendekatan ini, bukan hanya lingkungan yang dilindungi, tetapi juga kesehatan masyarakat.
Kebijakan Lingkungan Dengan Segala Permasalahannya
Sebagai jawaban atas permasalahan kebijakan pengelolaan lingkungan, sebetulnya pemerintah kita dengan sadar telah menerbitkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 yang disempurnakan kembali melalui penerbitan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Terbitnya Undang Undang tersebut tampaknya memang ditujukan untuk lebih memperkuat aspek perencanaan dan penegakan hukum lingkungan hidupnya saja, yang mana terlihat dari struktur UU yang lebih dominan dalam mengatur aspek perencanaan dan penegakan hukum. Meskipun demikian terdapat celah yang cukup mencolok dalam UU No. 32 Tahun 2009, yaitu ketiadaan pasal dan ayat yang menyinggung tentang komitmen para pemangku kepentingan untuk memperlambat, menghentikan dan membalikkan arah laju perusakan lingkungan.
Peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, cukup banyak, tetapi dalam implementasinya masih lemah. Ada beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan perundangan dengan baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk dimanfaatkan guna mencapai tujuannya. Dan ini juga didukung dengan faktor pemahaman hingga kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup sebagian masyarakat masih lemah, dan hal ini perlu ditingkatkan. Tidak hanya masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga masyarakat golongan menegah ke atas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih kurang kesadarannya tentang lingkungan hidup
Kita Semua Merupakan Bagian dari Solusi
Sebagai masyarakat yang cinta dan peduli, kita harus memegang peran penting dalam mendukung kebijakan-kebijakan ini. Apakah kita cukup peduli dengan memilih transportasi umum daripada kendaraan pribadi untuk mencoba mengurangi emisi? Atau, apakah kita sudah mulai memilah sampah rumah tangga dengan benar? Kebijakan yang pro terhadap lingkungan hanya bisa sukses jika didukung oleh kesadaran kolektif dari setiap individu masing masing.
Mari kita jadikan kebijakan lingkungan sebagai sebuah kebutuhan, bukan pilihan. Karena di balik udara yang bersih, air yang jernih, dan lingkungan yang sehat, ada masa depan yang lebih baik untuk kita semua. Dan di era pembangunan berkelanjutan ini, pilihan kita hari ini akan menentukan kesehatan generasi seterusnya.