BERQURBAN SAMBIL MENCINTAI LINGKUNGAN

OLEH : FIQIH FIRDAUS*
Ada dua hari raya besar di agama Islam yaitu hari raya Idul Fitri (1 Syawal) dan Idul Adha (10 Dhulhijjah) artinya dalam moment yang besar seperti ini umat muslim di seluruh dunia pasti menyambut dengan berbagai macam tradisinya tak terkecuali di Indonesia, apalagi moment Idul Fitri semua orang beduyun-duyun kembali ke keluarga untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga demikian pula dengan Idul Adha.
Semangat hari raya Idul Adha atau biasanya disebut hari raya Qurban ini moment yang ditunggu oleh kalangan masyarakat yang ingin menyembelih hewan Quran, saking semangatnya sampai-sampai ada yang berkurban hingga puluhan ton berat hewan Qurban, tapi kita tidak akan membahas masalah berat sapi atau berapa banyak hewan yang akan di sembelih.
Sekarang kita lihat setelah hewan di sembelih dan dibagikan di masyarakat, panitia qurban kebanyakan mengunakan kantong plastik sekali pakai untuk membungkus daging qurban, hal ini yang membuat sedikit mengotori semangat berqurban, sekarang bayangkan dalam satu Desa saja ada sekitar 300 kepala keluarga yang menerima daging qurban dan dibungkus dengan plastik sekali pakai. Berarti ada sekitar 300 buah plastik yang nanti akan dibuang setelah selesai dagingnya diambil.
Itu contoh dari satu desa yang ada 300 penerima daging qurban, bayangkan lagi jika plastik sekali pakai dipakai oleh sekecamatan bahkan se-Kota sekalipun bagaimana mengerikanya jika semua plastik itu di tumpuk dalam satau tempat, bahkan harus butuh berapa puluh tahun untuk mengurai satu kantong plastik saja, jika dibakarpun asapnya sangat berbahaya bagi kesehatan apalagi sampai terbawa ke sungai malah menambah masalah bagi kehidupan ekosistem sungai dan laut.
Maka pentingnya kesadaran akan menjaga lingkungan yang bersih dan sehat haruslah kita pupuk mulai dari tingat terkecil hindari mengunakan kantong plastik sekali pakai. Memang kesadaran itu unsur terpenting bagi manusia sekaligus pembeda dari binatang karena binatang tidak punya kesadaran tapi insting yang hanya mereka punya. Masih banyaknya kantong plastik sekali pakai yang ada dalam lingkungan kita menjadi permaslahan yag akut dan kronis. Hal yang menjadi akar dari masih benyaknya masyarakat memakai kantong plastik sebagai wadah adalah karena harganya yang cenderung murah meriah dan juga sangat praktis setelah pakai lalu dibuang inilah kata Paulo Freire masyarakat kita masih dalam tatanan kesadaran Naif, tapi jika kita menggunakan kesadaran Kritis yang selalu memepertimbangakan sistem, stuktur dan kehidupan di masyarakat, maka permasalahan samapah kantong plastik plastik yang cukup kronis seharusnya membuat pemerintah mengurangi produksi plastik sekali pakai dengan mengurangi relasi dengan korporasi dan beralih ke pemilik usaha yang ramah lingkungan. Kantong belanja yang ramah lingkunagan atau besek dari bambu misalnya yang lebih menguntungkan pengusaha rumahan ketimbang lebih menguntungkan korporasi-korporasi yang memproduksi kantong plastik sekali pakai.
Bolehlah sesekali diadakan razia kantong plastik yang berbahaya bagai kesehatan agar kantong plastik yang tidak ramah lingkungan harus dimusnahkan biar tidah fokus pada buku-buku yang menurutnya membahayakan saja tapi plastik juga perlu di razia.
Tapi akhir-akhir ini banyak masjid yang beralih dari kantong plastik sekali pakai beralih menggunakan Besek dari bambu dan kantong yang bisa di gunakan berkali-kali bahkan juga ada dari dedauan. Kabar gembira bagi kehidupan manusia jika banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya menjaga lingkungan, sudah waktunya kita meninggalkan hal yang banyak mudharatnya waktunya perubahan untuk menuju lingkungan yang sehat karena perubahan besar dimulai dari perubahan yang kecil.
*Bidang Kajian Komite Nasional Kader Hijau Muhammadiyah dan Mahasiswa S1 Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya