DESIGN EKOLOGIS DALAM MEMBANGUN GERAKAN LINGKUNGAN

Oleh : Mohammad Sholeh*
Mungkin kalau Ekologi sudah tidak asing di telinga kita sebagai akademisi ataupun aktivis lingkungan. Bagaimana dengan Ekologis?
Secara etimologis, istilah “Ekologi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Oikos” yang artinya habitat dan “Logos” yang artinya “Ilmu”. Sehingga secara bahasa, definisi ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara sesama organisme dan juga antara organisme dengan lingkungannya.
Menurut Ernst Haeckel (1866), pengertian ekologi adalah ilmu pengetahuan komprehensif tentang hubungan organisme terhadap lingkungan hidupnya. Masih banyak para ahli yang berpendapat terkait dengan Ekologi itu sendiri.
Sedangkan Ekologis, Definisi atau arti kata Ekologis berdasarkan KBBI Online:ekologis /eko·lo·gis/ /ékologis/ a bersifat ekologi: menjamurnya gerakan-gerakan yg bermakna ekologis merupakan kendala bagi laju pertumbuhan ekonomi. Ini mungkin menjadi tanda tanya besar bagi sebagian orang terutama para aktivis lingkungan. Secara garis besar Ekologis adalah bentuk perilaku atau sifat manusia yang merespon akan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Dari situ kita harus memahami lebih dalam terkait Ekologis.
Perilaku adalah salah satu hasil dari peristiwa atau proses belajar. Proses tersebut adalah proses alami. Sebab timbulnya perilaku harus dicari pada lingkungan eksternal manusia dan bukan dari dalam diri manusia itu sendiri. Sarwono (1991:3) mengatakan bahwa perilaku merupakan perbuatan manusia, baik terbuka (open behavior) maupun yang tidak terbuka (covert behavior). Maka dari itu perilaku-perilaku ini menimbulkan suatu gerakan yang nantinya akan menjadi satu gerakan masif dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Mengapa menjadi kendala dalam laju pertumbuhan ekonomi?
Bahwa pembangunan industrialisasi tekstil , pertambangan, yang berbenturan dengan konsep ekologi, yang nantinya akan berakibat pada laju ekonomi industri tersebut. Dampak yang ditimbulkan oleh industri akan merusak ekosistem, yang akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Sehingga menimbulkan gesekan antara pelaku ekonomi dengan pelaku Ekologis. Inilah yang dimaksud dengan apa yg di jelaskan oleh KBBI di atas.
Segala bentuk gerakan-gerakan alternatif mengenai lingkungan, tidak dibenarkan ketika diartikan sebagai penghambat laju ekonomi. Disini kita harus memahami bahwa mencintai lingkungan adalah kewajiban kita sebagai manusia untuk menjaga kelestarian lingkungan, agar tercipta keseimbangan di dalam ekosistem.
Banyak bermunculan gerakan-gerakan lingkungan yang menolak adanya industrialisasi karena berdampak negatif. Salah satu contoh hutan lindung tumpang pitu yang kini menjadi industrialisasi pertambangan. Ekologi yang ada disana terancam hancur, dan hilangnya keseimbangan ekosistem. Gunung tumpang pitu menjadi tameng alam ketika Tsunami meluluhlantakkan wilayah pesisir selatan banyuwangi pada tahun 1994. Namun apa jadinya jika benteng alam tersebut di eksploitasi, kita tidak mampu memprediksi kapan akan terjadi bencana. Di kawasan pegunungan Kendeng pun seperti itu, masyarakat menolak adanya industrialisasi pertambangan. Ini menjadi landasan untuk kita sebagai aktivis lingkungan harus mencari solusi agar industrialisasi di wilayah Indonesia tetap menjaga keseimbangan ekosistem.
DidalamDidalam filsafat lingkungan di jelaskan mengenai antroposentrisme, ekosentrisme, biosentrisme.
Antroposentrisme merupakan etika yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Didalam antroposentrisme, etika, nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia paling tinggi dan paling penting diantara mahluk hidup lainnya. Ekosentrisme merupakan suatu paradigma yang lebih jauh jangkauannya. Pada ekosentrisme, justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Secara ekologis, mahkluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sam alain. Oleh karena itu, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada mahkluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis. Sedangkan biosentrisme merupakan suatu paradigma yang memandang bahwa setiap kehidupan dan mahkluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri, sehingga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral. Konsekuensinya, alam semesta adalah sebuah komunitas moral, setiap kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia maupun bukan manusia atau mahkluk lain, sama-sama mempunyai nilai moral.
Dari ketiga hal tersebut yang seharusnya kita terapkan yaitu biosentrisme, dimana nilai dan moral dari setiap organisme yang hidup memiliki nilai dari dirinya sendiri. Entah itu manusia ataupun mahluk hidup yang lain memiliki nilai moral yang sama. Tanpa ada yang dipandang menjadi yang lebih penting. Karena manusia dan lingkungan saling membutuhkan, sehingga keduanya menjadi simbiosis mutualisme.
Mari membangun gerakan lingkungan yang nantinya mampu memberikan solusi terhadap permasalahan sosial-ekologi. Sehingga tidak ada lagi benturan antara yang pro dan yang kontra.
Mengutip kata-kata sang proklamator “AKU TINGGALKAN KEKAYAAN ALAM INDONESIA, AGAR SEMUA NEGARA BESAR IRI PADA KITA, DAN BIARKAN RAKYAT YANG MENGOLAHNYA”
*Komite Daerah Jember Kader Hijau Muhammadiyah