Hikmah Ekologis Pandemi Covid-19
Oleh: David Efendi*

Ramadhan di tengah pandemi bagi sebagian besar anak muda adalah pengalaman baru. Kaum millennial hari ini tidak punya jejak pengalaman pandemi yang pernah terjadi di planet bumi. Orang-orang yang pernah mengalami pandemi global sebagian besar telah tiada. Tapi pandemi covid-19 telah memberikan banyak pelajaran dan hikmah. Hikmah terbaik hanyalah dapat diterima oleh orang-orang berfikir yang mendayagunakan kekuatan akal untuk membaca dan memahami ayat-ayat kauniyah. Ya. Corona adalah ayat-ayat Allah yang ditunjukkan kepada manusia agar menjadi pembelajaran.
Dalam kesempatan ini penulis mencoba menggali hikmah di balik wabah covid-19 di mana di saat ummat islam seluruh dunia yang berjumlah 1,3 miliar sedang menjalani puasa. Pertama, pandemi ini mengajarkan kekuasaan Allah yang senantiasa mempertahankan keseimbangan kehidupan (mizan) dengan memberikan kesempatan self-healing bagi planet bumi. Semua kejadian ini tidak ada yang tidak terkendali oleh mekanisme Ilahi. Belum lama ini banyak foto luar angkasa menunjukkan planet bumi makin sehat akibat manusia di rumah aja atau di karantina. Puasa pun seharusnya punya makna demikian sebagai karantina untuk mencegah kerusakan.
Bagaimana dengan manusia yang justru terus menerus merusak keseimbangan dengan ragam aktifitas yang merusak alam. Jika manusia mencoba jeda untuk over produksi dan konsumsi itu artinya jeda untuk mengerem laju perubahan iklim. Jeda ini sudah mutlak diperlukan karena kerusakan ekologi sudah nyata di depan mata. Kecuali rabun pemimpin negara yang menegasikan fakta-fakta penting. Kita harus keluar dari argunentasi bahwa rusaknya ekosistem ini akibat over pupulasi. Ada sejumlah kecil populasi manusia bernama oligarki yang daya rusaknya melebihi 2/3 total penduduk bumi. Karenanya kita menuntut jeda juga untuk perusahaan dan pabrik-pabrik di tengah wabah global covid-19. Operasinya beragam industry raksasa ini menghancurkan hutan dan daratan serta keanekaragaman hayati sehingga hari ini adakan mengancam datangnya pandemic akibat penyakit zoonosis yang keluar dari habitat aslinya mencari inang baru. Begitulah ahli ahli virus dan biologist mengingatkan kita.
Bumi butuh istirahat, udara butuh break sejenak dari sirkulasi udara yang buruk akibat ulah industri, transportasi udara, dari aktifitas manusia yang ratusan tahun telah membangun pusat pusat kerusakan. Covid-19 mengistirahatkan banyak proses kehancuran. Kita musti bersyukur dalam batas tertentu. Jeda untuk iklim, jeda sejenak untuk membiarkan bumi hunian manusia ini merecovery dirinya, haknya, dan rotasi takdirnya. Manusia punya fikiran jadi bisa membaca keadaan ini sebagai mekanisme ekologis mempertahankan keseimbangan.
Kedua, pandemi ini punya makna menjaga ekologi alami dan ekologi manusia. Dengan keadaan mencekamnya pandemi, secara umum seharusnya konsumsi berkurang, konsumsi BBM, konsumsi berlebihan pesta, dan sebagainya. Lockdown berbagai negara, kota kota, kampus kampus, acara acara acara akan mengurangi jatuhnya sampah sampah yang menggunung di berbagai sudut kota dan pinggiran. Sebagian besar orang akan masak sendiri, mendayagunakan kekuatan lokal, pangan lokal, berhemat, bersolidaritas dengan tetangga dan komunitas, kita pasti bisa bertahan jika solidaritas sosial dan ekonomi benar-benar diberlakukan.
Covid-19 dan Pesan Tuhan
Dalam keadaan pandemi, kemewahan tidak ada artinya, kecanggihan industri senjata, kendaraan mewah nyaris tidak dapat menyelamatkan manusia dari kelaparan, dari dahaga. Maka, keselamatan justru adalah sumber pangan sumber energi surga (air). Tuhan sejak awal mengingatkan akan pentingnya produk alam. Sayang kita sering menemui keserakahan manusia yang rupanya tidak pernah cukup di dalam mengeksploitasi bumi. EF. Schumacher, penerima nobel ekonomi, mengingatkan agar manusia punya tiga hal agar tidak menjadi perusak alam: Justitia (keadilan kepada alam), fortitude (tabah, daya tahan), temperantia (kendali diri, merasa cukup). Ini saya kita juga menjadi modal utama manusia sebagai pemelihara (khalifah).
Covid jelas memberikan pelajaran agar manusia menjaga keselamatan alam. Virus yang muncul di bawa hewan yang habitatnya di hutan liar yang semakin terpinggirkan oleh aktifitas manusia. Artinya, pandemic di masa depan akan semakin parah seiring kerusakan lingkungan akibat ulah tangan manusia. Al-quran banyak memberikan peringatan akan peran kekhalifahan manusia agar menjadikan bumi sebagai masjid, dimuliakan dan dimakmurkan. Salah satu hadis mengadvokasi pentingnya menjaga lingkungan hidup tempat tinggal dan bergantung semua makluk. Nabi meminta kita memakmurkan bumi dengan menanam walau kita dalam keadaan yang krisis. Hadis itu berbunyi:
“Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, maka jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.” (HR. Bukhari&Ahmad)
Ayat ayat kauniyah itu tak pernah habis ditulis-Nya. Ia senantiasa mengajarkan kepada manusia agar berlaku baik kepada alam dan manusia. Banyak isyarat bagi manusia yang mau merenung dan memikirkannya. Mari kita lihat isyarat dari bencana, dari bumi makin panas, dari raksasa gunung es yang mencair, dari kebijakan politik omnibus di negeri ini,dari hutan, dari lautan, dan dari sampah plastik di kantin sekolah dan kampus, dan juga dapur kita yang berenergi neraka. Ada banyak kebrutalan yang tak disadari secara cepat.
Dalam agama Hindu mengenal nyepi, dalam Islam dikenal juga puasa, dimana ibadah ini adalah cara bertahan dari kehancuran, cara spirituak memperkuat daya tahan dari overdosis produksi atau konsumsi yang dapat menghancurkan. Covid-19 selain mengajarkan pentingnya jeda untuk kesetimbangan alam semesta, juga membenarkan bahwa agama agama dapat memperbaiki hubungan manusia dengan alam semesta termasuk dalam menghadapi corona ini. Di Bali Masyarakat terlatih nyepi sebagai jeda dari kerusakan yang tak terkendali. Ummat Islam seharusnya juga terlatih untuk menahan diri (berpuasa) dari segala godaan duniawi sehinggga di masa krisis harapannya ummat islam menjadi solusi, bukan malas jadi perkara yang menyebalkan.
Lewat Covid-19, makluk berukuruan nanomikro itu beberapa bulan ini manusia diajak jeda, berhenti memperkosa alam semesta yang punya keterbatasan menanggung beban. Walau demikian, ada menusia yang dengar akan peringatan ini ada pula yang tidak. Saya kira itu isyarat tuhan untuk manusia sebelum akhirnya manusia ini benar benar harus jeda dari kehidupan dunia yang fana ini. Wallahu álam.
*Dosen Ilmu Pemerintahan UMY