Latar Belakang
- Landasan Teologis
Bahwa sesungguhnya Islam adalah satu-satunya agama tauhid yang haq di sisi Allah dengan berprinsip pada aqidah tauhid dan membawa misi sebagai hudan rahmatan lil‟alamin (petunjuk dan rahmat bagi sekalian alam). Oleh sebab itu, Islam harus ditegakan dan dilaksanakan dalam kehidupan bersama ditengah-tengah masyarakat. Hal tersebut merupakan sunnatullah bagi manusia, khususnya umat islam sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi ini.
“(1) Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (2) Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, (3) Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin, (4) Maka celakalah orang yang shalat, (5) (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, (6) Yang berbuat ria, (7) Dan enggan (memberikan) bantuan.” (Q.S. Al-Ma’un: 1-7)
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusa: Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (kejalan yang benar).” (Q.S. Ar-Rum: 41)
“(56) Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik, berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan. (57) Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awam mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan seperti itulah kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (58) Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan izin tuhan, dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya yang tumbuh merana. Demikianlah kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kebesaran kami) bagi orang-orang yang bersyukur.” (Q.S. Al-A’raf: 56-58)
- Landasan Ideologis
Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, adalah salah satu kreasi manusia Muslim dalam upaya menggerakan dan membimbing umat agar mampu melaksanakan fungsi dan perannya sebagai khallifah di muka bumi. Dalam rangka kelangsungan hakikat dan misinya, Muhammadiyah memerlukan tumbuhnya kader pelopor, pelangsung dan penyempurna cita-cita sekaligus sebagai stabilisator dan dinamisator dalam gerakan perjuangannya.
Mengacu pada keputusan Muktamar ke-47, gerakan dakwah Muhammadiyah yang berlangsung pada abad pertama telah disongsong pada abad kedua. Pada abad kedua ini, Muhammadiyah telah mempersambungkan istilah dakwah berkemajuan di abad pertamanya dengan istilah dakwah pencerahan dalam masyarakat di abad keduannya. Gerakan pencerahan merupakan aktualisasi misi dakwah yang bersifat transformatif, yaitu strategi pembaharuan pola dakwah yang dinamis, yang menekankan pada proses gerakan yang membebaskan, memberdayakan dan memajukan kehidupan masyarakat.
Dalam mengaplikasikan model dakwah pecerahan tersebut, Muhammadiyah tidak hanya memeberi fokus pada gerak ekslusif terhadap lembaga organisasi otonom, sekolah/universitas, rumah sakit dan amal usaha Muhammadiyah (AUM) lainnya. Namun setelah terdapat suatu istilah gerakan baru yang memiliki semangat gerakan pencerahan, telah lahir suatu istilah baru model gerakan dakwah berbasis komunitas. Keberadaan gerakan dakwah berbasis komunitas ini, dihadirkan untuk menggarap berbagai masalah bangsa yang semakin heterogen dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat.
- Landasan Sosial-Ekologis
Persoalan lingkungan hidup, merupakan satu dari berbagai persoalan penting di abad ini dan seterusnya, rentetan bencana belakangan yang telah terjadi di Indonesia antara lain: perubahan iklim, bencana tsunami, banjir, tanah longsor, kekeringan dan lain sebagainya, seolah semua itu telah menjadi sinyal kepada kita, menjadi peringatan kita untuk berbenah diri terhadap segala prilaku kita terhadap alam lingkungan, baik masyarakat biasa maupun para elit-elit Negara – (Q.S. Ar-Rum: 41).
Selain rentetan bencana alam yang terjadi, di Indonesia juga telah terdapat berbagai rentetan masalah sosial-ekologis, melihat data konfilk sosial yang ada, terutama yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup di Indonesia, menjadikan kita sangat menjadi priharin. Sebuah catatan konflik agraria versi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada tahun 2017 kemarin, telah terdapat 659 konflik agrarian di Indonesia, dengan luasan konflik menyangkut besaran tanah sebanyak 520.491,87 Hektar, besaran tanah tersebut telah melibatkan korban sebanyak 652.738 anggota keluarga. Sehingga jika dirata-ratakan, hampir terjadi 2 konflik agraria dalam satu hari dalam sepanjang tahun.
Secara lebih rinci, masalah tersebut berpusar pada beberapa bidang antara lain: bidang perkebunan sebanyak 208 kasus, bidang properti 199 kasus, bidang infrastrutur 94 kasus, pertanian 78 kasus, kehutanan 30 kasus, pesisir atau kelautan 28 kasus dan pertambangan sebanyak 22 kasus. Sedangkan pelaku konflik dari 659 kasus tersebut telah melibatkan pihak antara lain: warga dan swasta sebanyak 289 kasus, warga dan pemerintah 140 kasus dan warga dengan warga sendiri sebanyak 112 kasus.
Lebih mengerucut dalam lingkup Provinsi Jawa Timur saja, telah menjadi salah satu dari 5 besar Provinsi penyumbang konflik agraria di Indonesia (Jatim, Sumatra Utara, Jabar, Riau dan Lampung). Konflik tersebut, juga telah memunculkan banyak korban dalam bentuk meliputi: kriminalisasi sebanyak 369 korban, dianiaya sebanyak 224 korban, tertembak sebanyak 6 korban, dan terdapat korban tewas sebanyak 13 orang, sehingga jika dipresentasikan, telah terdapat sebanyak 592 korban atas adanya konflik agraria di Jawa Timur. Laporan tersebut juga diperkuat oleh pegiat lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur.
Mengutip dari catatan Walhi Jatim Pada tahun 2018 kemarin, setidaknya terdapat 7 (Tujuh) wilayah krisis dalam laporan yang berjudul“Jawa Timur menuju bencana. Wilayah tersebut antara lain: Pertama, Surabaya dengan kasus sengketa tukar guling Waduk Sepat Sakti di kecamatan Lakarsantri. Kedua, kasus Pak Satumin dengan Perhutani di Banyuwangi. Ketiga, Sumber Air Umbul Gemulo. Keempat, Penambangan PT. Gora Gahana di Selat Madura. Kelima, Penambangan pasir besi Lumajang. Keenam, Penambangan pasir besi Paseban di Jember, dan. Ketujuh, Penambangan emas Tumpang Pitu di Banyuwangi.
Sehingga dalam menyikapi permasahan lingkungan hidup di Indonesia yang tanpa perhatian serius dari pemerintah daerah hingga nasional ini. Kita sebagai bagian dari kader Muhammadiyah, akan turut serta dan mengambil peranan dalam meminimalisir masalah tersebut agar tidak semakin meluas, menjadi bagian dari kelompok pegiat lingkungan hidup yang akan turut menjaga kelestarian lingkungan hidup di Indonesia. Hal ini tentunya akan sangat sejalan dengan konsepsi matan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, sebagai gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, serta untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.