MEMBUMIHANGUSKAN CINTA EKOLOGIS

Oleh: Agiel Laksamana Putra
Akhir-akhir ini kita disibukkan dengan kehidupan di dunia maya yang ramai-ramai orang-orang tengah menyibukkan diri untuk mengomentari setiap kejadian mikro (pribadi seseorang), Maupun makro (peristiwa alam semesta) yang biasa kita sebut “Netizen”. Setiap kejadian baik skala kecil maupun besar, tak luput dari pujian pun hujatan netijen.
Disini, mari kita kupas tuntas tentang menyikapi berbagai kejadian alam semesta yang viral di dunia maya, dengan mengubah sudut pandang kita sebagai seorang pegiat media sosial. Kiranya, kita perlu mengetahui apa itu cinta dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari kita.
Apa itu cinta? Ya benar, apapun itu persepsi kalian tentang cinta semuanya benar. Cinta berarti suka sekali (baca kbbi), cinta adalah sayang, adalah ikhlas, adalah kerendahan hati, dan apapun itu yang berhubungan dengan kata saling, cinta ada setelahnya.
Berbicara teologis, cinta berarti keimanan. Mengimani segala sesuatu di dunia ini hanyalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Sebagai manusia yang beriman, kita perlu menjaga apa-apa yang diberikan oleh Allah; badan, rumah, keluarga, dan apapun itu.
Berbicara ekologi, cinta berarti melestarikan. Ekologi yang diartikan sebagai hubungan timbal balik antara manusia dengan alam, merupakan teori yang belum dan sulit finish dalam pengaplikasiannya di kehidupan kita. Hari ini, di setiap kejadian alam utamanya kerusakan atau bencana alam, adakah yang bebas dari salah-menyalahkan?
Rakyat menyalahkan pemerintah atas kejadian banjir yang dikarenakan bangunan-bangunan megah berdiri kokoh tanpa memikirkan saluran pembuangan yang maksimal. Pemerintah menyalahkan rakyat yang membuang sampah sembarangan tanpa memikirkan dampak banjir setelahnya, pun kerusakan alam lainnya. Padahal, jika di pikirkan, jika mereka mau sadar, keduanya sama-sama salah.
Mereka hanya berbicara keresahan bukan? Tanpa adanya solusi. sebagai rakyat , coba kita lihat berapa banyak pohon yg kita tanam disekitaran rumah kita? berapa banyak sampah berserakan di sekitaran rumah?. Pemerintahpun seharusnya demikian, memikirkan lebih banyak mana saluran air yang bisa menampung air hujan ketimbang gedung-gedung pencakar langit?
Bahkan, merekapun tidak memikirkan hal itu. Lalu saat saat hujan turun berjam-jam lamanya, banjirlah kota itu, dan siapa yang patut disalahkan?
Coba deh, tanamkan cinta disetiap lini kehidupan kita. Pasti yang pertama kali muncul dalam pikiran kita adalah pertanyaan-pertanyaan tentang, apa yang telah kita perbuat? Bukannya malah saling menyalahkan, akan tetapi saling meng-evaluasi diri.
Rakyat tidak membuang sampah sembarangan, pemerintah tidak sembarangan memberikan ijin investasi dan mendirikan bangunan megah, bukannya malah menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)!!.
Oleh karena itu, mari kita ubah sudut pandang kita. Bukan lagi mencari siapa yang salah, bukan lagi menyebarluaskan ujaran kebencian kepada kelompok tertentu. Kita perlu sama-sama berbenah, mulai dari diri kita sendiri.
Tanamlah bebarapa pohon di lahan yang bisa ditanam, berilah pendidikan kepada keluarga kita untuk sama-sama mencintai alam agar lestari. Lalu tidak hanya membuang sampah kepada tempatnya, akan tetapi mulailah mengurangi sampah, tidak memakai plastik sekali pakai misalnya.
Pemerintah juga perlu merencanakan perbanyak saluran pembuangan air, memberi sanksi tegas terhadap perusak lingkungan. Dan kita sebagai mahluk sosial bekerja sama melestarikan lingkungan.
Oleh karena itu, hilangkan kebencian dari dalam diri kita. Karena, Kita ini hidup tanpa cinta; hanya kebencian yang disebar-luaskan. Dan Membumi-hanguskan cinta ekologi berarti mempercepat kematian manusia itu sendiri!.