Penetapan Darurat Sipil, Langkah Terbaik Pemerintah?
Oleh: Sena Putri Safitri

Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah akan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagai respons kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat. “Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas, disiplin, dan lebih efektif lagi, sehingga saya sampaikan juga tadi bahwa perlu didampingi kebijakan darurat sipil,” kata beliau, di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (30/3).
Negara memutuskan untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menekan penyebaran Covid-19. Saat mengumumkannya Jokowi juga menyinggung istilah Darurat Sipil. Darurat sipil adalah status penanganan masalah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959, yakni tentang Keadaan Bahaya. Perppu yang ditandatangani Presiden Sukarno pada 16 Desember 1959 melengkapi Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957.
UU tersebut mengenal tiga kategori darurat, yakni Darurat Sipil, Darurat Militer dan Darurat Perang (Pasal 1). Pengaktifan darurat sipil akan memberikan kewenangan pemerintah untuk memberlakukan rezim hukum baru yang berbeda dengan hukum pada kondisi normal. Hanya presiden yang berhak mengaktifkan status darurat.
Selain itu, penerapan darurat sipil itu berbeda dengan penerapan darurat dalam tiga Undang-Undang lainnya, yakni Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, dan Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pembatasan Sosial Berskala Besar
Di sisi lain, pembatasan sosial berskala besar juga merupakan salah satu tindakan kekarantinaan kesehatan. Pembatasan sosial berskala besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. PSBB bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit yang memicu darurat kesehatan masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.
Pembatasan sosial berskala besar paling sedikit meliputi:
- Meliburkan sekolah dan tempat kerja;
- Membatasi kegiatan keagamaan; dan/atau
- Membatasi kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Opsi baru dari pemerintah ini, melulu mengandung kontroversial. Mengingat minimal terdapat aspek utama yaitu, sisi yuridis dan sosiologis dalam berbagai bidang setelah ditetapkan PSBB sebagai solusi Covid-19 di indonesia.
Kenapa Penetapan Darurat Sipil tidak tepat sebagai solusi?
Saya percaya penetapan Darurat Sipil itu tidak tepat sebagai solusi dengan sejumlah alasan. Pertama, mengingat aturan hukum Darurat Sipil itu lahir di masa revolusi sebagai respons yang bersifat sementara dan temporal. Artinya, lahir sebelum diberlakukan otonomi daerah. Sehingga jelas situasi dan sistem politiknya berbeda dengan sekarang. Tidak relevan. Kedua, syarat keberlakuan PERPU ditetapkan jika keamanan dan ketertiban hukum terancam, bencana alam (Pasal 3). Ketiga, Penetapan PSBB ini bertentangan dengan asas hukum “Lex Specialis Derogat Lex Generalis”,mengingat UU Kekarantinaan Kesehatan lebih tepat untuk diterapkan.
Hal ini senada dengan dukungan yang diberikan penuh oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri atas ELSAM, Imparsial, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICW, PBHI, PILNET Indonesia, dan KontraS untuk mendesak pemerintah tetap mengacu pada UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan sebagai payung hukum dalam mengatasi pandemi Corona.
Logika jika ditetapkan Darurat Sipil adalah sama dengan melakukan pembatasan sosial berskala besar yang menjadikan penguasa menjadi lebih leluasa dalam membatasi gerak warganya. (Lihat pasal 14,15,18,19 Perppu No.23 Th 1959). Dari opsi presiden Jokowi, kita melihat bahwa pemerintah belum siap mengambil keputusan yang tepat, cepat dan tegas terlebih membiayai kebutuhan pokok masyarakat yang terdampak. Sementara masyarakat menunggu hasil kebijakan penguasa!