Relevansi Amar Ma’ruf Nahyi Munkar sebagai upaya Menjaga kedaulatan Sumber Daya Alam

Oleh : Syifa’ul Qulub
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya, namun cukup disayangkan sumber daya tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan negara. Banyak sumber daya Indonesia yang dikelola oleh pihak swasta baik itu nasional maupun internasional. Negara belum mampu mengkonversi sumber daya menjadi sebuah komoditas yang dapat menguntungkan negara secara maksimal. Dampaknya adalah keuntungan yang didapat negara dari pemanfaatan sumber daya cenderung minim. Ditambah dengan fakta bahwa banyaknya kebijakan pemerintah terkait sumber daya yang kurang tepat sasaran, hal ini semakin memperkeruh masalah pengelolaan sumber daya di Indonesia. Pemerintah memiliki fungsi penting dalam proses perumusan kebijakan, oleh karena itu pemerintah harus jeli dalam menentukan sebuah kebijakan. Dalam proses perumusan kebijakan terdapat banyak aspek yang harus dipertimbangkan. Masyarakat menjadi faktor penting dalam proses perumusan kebijakan, karna lahirnya sebuah kebijakan didasari oleh masalah didalam masyarakat. Kebijakan yang lahir merupakan sebuah manifestasi dari upaya pemerintah dalam menyelesaikan masalah didalam masyarakat.
Jika kita melihat kondisi saat ini, banyak kebijakan pemerintah yang kurang tepat sasaran. Hal ini terjadi karena pemerintah kurang jeli dalam merumuskan kebijakan, dampaknya adalah kebijakan yang dijalankan tidak maksimal. Substansi kebijakan yang mulanya ingin dicapai oleh pemerintah, hanya menambah masalah baru didalam masyarakat. Substansi kebijakan merupakan pencapaian pemerintah dalam menyelesaikan masalah didalam masyarakat. Namun jika ditelaah lebih jauh kepekaan pemerintah terhadap masyarakat bukan faktor tunggal sebab tidak efektifnya sebuah kebijakan. Melainkan banyaknya kelompok kepentingan yang berperan dalam proses perumusan kebijakan. Hal ini berpengaruh pada pergeseran tujuan kebijakan, kebijakan yang mulanya bertujuan untuk kepentingan publik bergeser menjadi konsensus minoritas kelompok kepentingan. Semakin banyak kelompok kepentingan yang berpartisipasi dalam proses perumusan kebijakan, maka semakin banyak pula kepentingan yang harus diakomodir.
Hal ini berdampak pada terjadinya konflik sumber daya alam yang berfokus pada masalah pengelolaan tanah, Ironisnya konflik tanah seringkali terjadi antara pemerintah (Negara) berasosiasi dengan pemodal (Korporasi) melawan masyarakat, sebagaimana terjadi pada kasus Waduk Sepat (Surabaya), Tumpang Pitu (Banyuwangi), Bandara NYIA (Kulon Progo), Lakardowo (Mojokerto), dan masih banyak lagi. Hal ini semakin mempertegas asumsi dasar teori Neoliberalisme bahwa negara bukan lagi lembaga publik, negara dianggap sebagai instrumen untuk mendapatkan keuntungan. Ciri utama pemerintahan Neoliberalisme adalah negara/pemerintah bukan lagi menjadi aktor utama dalam pengelolaan sumber daya. Negara memandatkan pengelolaan sumber daya kepada para pengusaha.
Tanah menjadi sumber daya yang diperebutkan, karena tanah dapat menjadi basic economy. Dalam teori mobilisasi sumber daya terdapat 5 (lima) jenis sumber daya antara lain yaitu, Mobilisasi Moral Resources Mobilisasi Cultural Resources Mobilisasi Social-Organizational Resources Mobilisasi Human Resources Mobilisasi Material Resources. Tanah dapat menjadi sumber daya yang menyebabkan konflik. Lebih lanjut Resource Mobilization Theory dapat menjadi basis rasionalitas dalam sebuah gerakan. Klandermans (1984), dengan mengutip pendapat Oberschall, Gamson, Marx dan Wood, McCarthy dan Zald, dan Snow, menyatakan bahwa Resource Mobilization Theory (RMT) menekankan pada pentingnya faktor-faktor struktural (structural factors), seperti ketersediaan sumberdaya (the availibilty of resources) untuk kolektivitas dan posisi individu dalam jaringan sosial, serta menekankan rasionalitas tentang partisipasi dalam suatu gerakan sosial. Partisipasi dalam gerakan sosial dipandang bukan sebagai konsekuensi dari sifat-sifat predisposisi psikologis, tetapi sebagai hasil proses-proses keputusan rasional dimana orang melakukan pertimbangan untung dan rugi (reward and cost) atas keterlibatannya dalam suatu gerakan sosial. Sejalan dengan pandangan Klandermans, selanjutnya Waterman dalam Pichardo (1988), menyatakan bahwa mobilisasi sumberdaya (resource mobilization) pada dasarnya suatu teori yang mengkaji rasionalitas dari perilaku gerakan sosial. Menurut Fireman dan Gamson dalam Pichardo (1988), esensi dari Resource Mobilization Theory (RMT) adalah upaya untuk mencari basis rasionalitas tentang bentuk dan partisipasi dalam suatu gerakan sosial.
Melihat kompleksnya sirkulasi permasalahan sumber daya alam di Indonesia kira-kira apa yang dapat dilakukan kader Muhammadiyah?. Saya rasa semangat Amar Ma’ruf Nahyi Munkar sudah lebih dari cukup sebagai bekal awal kader Muhammadiyah untuk melihat permasalahan sumber daya alam di Indonesia. Amar Ma’ruf Nahyi Munkar memiliki makna menyerukan yang baik dan mencegah keburukan. Jika semangat awal ayat ini adalah pemurnian agama islam, apakah semangat awal tersebut masih relevan untuk kita perjuangkan saat ini? Saya rasa sedikit banyak memang masih relevan. Namun kita juga perlu memaknai seruan Amar Ma’ruf Nahyi Munkar secara konstektual dan lebih luas supaya kita tidak terjebak pada narasi lama yang mungkin suatu saat akan usang ditelan oleh zaman. Dalam melihat permasalahan sumber daya tentu narasi Amar Ma’ruf Nahyi Munkar dapat menjadi landasan serta alat ukur kita dalam menilai sebuah permasalahan. Ketika kita melihat konflik tanah yang terjadi antara masayarakat dengan Pemerintah tentu kita dapat menilai mana tindakan yang baik dan mana tindakan yang buruk. Setelah itu kita dapat melakukan tindakan sebagai bentuk aktualisasi Amar Ma’ruf Nahyi Munkar. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits, dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu’anhu dia berkata,”Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubah dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.” (Hr.Muslim).