Opini
Trending

SAYA KECEWA, Muhammadiyah ingin kerjasama dengan Korporasi Tambang Emas

Saat menerima tautan berita ini, saya baru saja mendarat di Yogyakarta setelah tiga hari bersilaturahim ke Trenggalek. Tajuk beritanya begini, “Terima Kunjungan Investor, Muhammadiyah Berpeluang Kerja Sama Pertambangan Emas”.

Krisis Lingkungan Akibat Tambang Emas
Perjalanan saya ke Trenggalek bukan tanpa alasan, melainkan dalam rangka penelitian gerakan penolakan tambang emas di sana. Rencana luasannya bukan main-main, 12.813,41 hektar yang melingkupi 9 dari 14 kecamatan di Kabupaten Trenggalek.
Luas ini bukanlah lahan tak berpenghuni yang terlepas dari hubungan-hubungan ekosistem sekitarnya.
Pada Izin Usaha Produksi (IUP) eksploitasi PT Sumber Mineral Nusantara tertanggal 24 Juni 2019, luas belasan hektar tersebut meliputi pemukiman, ladang, hutan produksi, hutan lindung, dan kawasan lindung karst.
Bagaimana bisa luas area industri ekstraksi yang di dalamnya terdapat hutan lindung dan kawasan lindung karst lolos verifikasi dan mendapat izin?
Bayangkan, apa yang akan terjadi pada sistem hidrologi daerah sana ketika tutupan hutan dan karst sebagai reservoir air malah ditambang? Belum lagi dampak penurunan penyerapan karbon yang berujung pada kenaikan suhu serta dampak-dampak lanjutannya.
Lebih diperkuat lagi dari riset Stephen Lezak dalam The Conversation. Dinyatakan bahwa sektor pertambangan emas bertanggung jawab atas 38% dari total emisi merkuri global. Tentu saja, penerima dampak langsung limbah merkuri ini adalah warga dan pekerja tambang di sekitar kawasan produksi yang akan merusak kesehatan.
Ditambah lagi dengan buntut relokasi pemukiman dan tanah pertanian masyarakat yang sangat mungkin terjadi ketika sejumlah luas lahan diubah menjadi area ekstraksi emas.

Mempertanyakan Posisi PP Muhammadiyah
Sejumlah daftar kerugian lingkungan dan perenggutan hak ekologi manusia yang akan muncul dari aktivitas pertambangan emas sudah jelas dipaparkan di atas.
Apakah Pak Anwar Abbas tidak salah bicara ketika mengatakan,

“Kami berharap kerja sama ini dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi kedua belah pihak, sekaligus mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia”?

Lezak dalam penelitiannya menegaskan bahwa dunia tidak lagi membutuhkan penambangan emas, mengingat persentase pemanfaatan emas oleh konsumen paling besar untuk perhiasan.
Maka dari itu, apabila keperluan perhiasan emas bisa disubstitusi dengan bahan lain, pasokan emas dunia sebenarnya bisa bertahan sampai satu abad ke depan.
Pun ketika berbicara tentang “kesejahteraan” masyarakat, persoalan ketahanan pangan merupakan agenda paling krusial untuk diupayakan. Ketimbang mengubah sawah, ladang, dan hutan kita menjadi kawasan industri ekstraktif emas.

Perjuangan Akar Rumput Menolak Tambang
Berkaca pada banyak kasus penolakan tambang, hak suara masyarakat dalam negara demokrasi selalu membentur tembok besar ketamakan hukum.
Mulai dari ketidakseimbangan penerimaan informasi antara masyarakat dan pemerintah yang membuat proses jalur hukum menjadi tidak setara. Salah satu yang sering menjadi pola adalah ketika masa sosialisasi AMDAL dari perusahaan, yakni ketiadaan transparansi bagi warga.
Bahkan, masyarakat kesulitan untuk bisa masuk dalam forum evaluasi rencana tata ruang dan wilayah daerah yang mana seharusnya keterwakilan suara warga harus ada.
Apalagi terlalu banyak kongkalikong gelap belakang layar antara perusahaan-pemerintah daerah, perusahaan-pemerintah pusat, perusahaan-tokoh masyarakat, hingga pemerintah-tokoh masyarakat.

Jadi, di tengah segala bentuk ketidaksetaraan posisi hukum perjuangan lingkungan antara masyarakat dan perusahaan yang bermodal, Muhammadiyah sebagai civil organization hendaknya memediasi warga sipil.
Contoh baik bisa kita lihat pada Oktober 2022 lalu. Pimpinan Pusat Muhammadiyah memfasilitasi tempat dan jaringan ke pemerintah untuk membantu audiensi warga Trenggalek untuk menyuarakan hak banding mereka atas rencana pertambangan emas.
Langkah membersamai masyarakat pejuang lingkungan inilah yang diharapkan dari Muhammadiyah. Memahami harapan pembangunan dari kacamata akar rumput (bottom to top), bukan perpektif pembangunan top-down yang sudah pasti bersifat industrial cum destruktif. (FA)

Penulis: Yayum Kumai (Bergerak untuk lingkungan)

Show More

Kader Hijau Muhammadiyah

Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) | Platform Gerakan Alternatif Kader Muda Muhammadiyah dalam Merespon Isu Sosial-Ekologis #SalamLestari #HijauBerseri

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button